“Kami akan mati karena Covid-19 jika kami tinggal di rumah, itu sebabnya kami harus keluar,” teriak seorang demonstran, yang mencantumkan tiga tuntutan.
“Prayuth Chan-ocha harus mengundurkan diri tanpa syarat apapun. Yang kedua adalah pemotongan anggaran monarki dan tentara untuk digunakan melawan Covid-19, dan yang ketiga adalah membawa vaksin mRNA,” lanjutnya, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Al Jazeera.
Sebuah spanduk raksasa dengan gambar Prayuth, yang merupakan dalang kudeta 2014, dibentangkan di jalan dengan pengunjuk rasa kemudian menginjak wajahnya.
Saat mereka berbaris di Gedung Pemerintah, mereka dipimpin oleh sekelompok orang yang memakai masker gas dan topi baja, bergabung dengan pengemudi sepeda motor yang mengangkat kantong mayat tiruan.
Akan tetapi, pihak berwenang mengerahkan meriam air lebih awal dan memblokir jalan utama, memaksa pengunjuk rasa mundur.
Baca Juga: Apa Itu Oximeter? Penjelasan dan Cara Pemakaian Alat yang Direkomendasikan WHO untuk Isolasi Mandiri
Polisi juga menembakkan peluru karet dan gas air mata. Tindakan ittu membuat pengunjuk rasa berhamburan, batuk tanpa henti ketika mereka mencoba membilas mata mereka dengan larutan garam.
Sejak awal pandemi, Thailand telah mencatat 403.000 kasus Covid-19 dan memiliki jumlah kematian 3.341 orang.
Penerbangan domestik ke dan dari Bangkok serta provinsi lain yang diklasifikasikan oleh pemerintah Thailand sebagai berisiko tinggi dari Covid-19 akan ditangguhkan mulai 21 Juli.