PR CIREBON – Di tengah kekacauan akibat protes anti kudeta yang masih belum usai, masyarakat Myanmar juga berjuang untuk mengatasi pandemi Covid-19 yang hampir melumpuhkan sistem kesehatan.
Pasien Covid-19 yang berada di rumah sakit dekat perbatasan Myanmar dan India, harus mengalami sesak napas, demam, dan tanpa oksigen ekstra yang membantu mereka tetap hidup.
Untuk membantunya merawat tujuh pasien Covid-19 di RS Cikha, Myanmar pada siang dan malam, kepala perawat Lun Za En memiliki teknisi lab dan asisten apoteker.
Baca Juga: Malaysia Laporkan 9.020 Kasus Covid-19 Baru dalam Sehari, Jadi Kasus Harian Tertinggi Sejak Pandemi
Namun, yang ditawarkan para asisten di rumah sakit sebagian besar merupakan kata-kata penyemangat dan parasetamol.
"Kami tidak memiliki cukup oksigen ataupun peralatan medis. Tidak ada listrik, dokter atau ambulans yang cukup. Kami bekerja dengan tiga orang staf, bukan 11," ungkap Lun Za En, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Reuters.
Tindakan pencegahan Covid-19 Myanmar tidak lagi efektif, apalagi dengan lumpuhnya sistem kesehatan setelah militer merebut kekuasaan pada 1 Februari.
Baca Juga: Sudah Lama Tak Datangi Lokasi Pembangunan Rumah Barunya, Atta Halilintar: Gila guys!
Sebelum Aung San Suu Kyi digulingkan, pemerintahnya telah meningkatkan pengujian Covid-19, karantina, dan perawatan bagi pasien.