Media itu mencatatkan bahwa di seluruh dunia, kecelakaan udara relatif jarang terjadi.
Rata-rata, hanya ada dua hingga empat per satu juta keberangkatan, tingkat yang perlahan-lahan cenderung menurun selama dekade terakhir.
Dulu, Indonesia berada di kelas yang sangat berbeda dari negara lain, yakni pada tahun 2009, terdapat 18,35 kecelakaan per satu juta keberangkatan, dibandingkan dengan rata-rata global 4,11.
Situasi itu, menurut media AS tersebut, sebagian disebabkan deregulasi sektor udara yang sebelumnya dinasionalisasi setelah krisis keuangan Asia dan jatuhnya Soeharto pada akhir 1990-an.
Baca Juga: Haikal Hassan Blokir Akun 'Tukang Lapor', Husin: Cari Alasan Gak Mampu Bayar 1M
“Hasilnya adalah banyak maskapai baru yang dikelola oleh pilot dan insinyur yang kurang terlatih, diawasi oleh regulator dan penyelidik kecelakaan yang tidak efektif,” tulis Bloomberg.
Namun, menurut media tersebut, undang-undang penerbangan yang disahkan pada tahun 2009 untuk membalikkan situasi ini secara bertahap telah mendapatkan hasil.
Misalnya, standar minimum telah ditetapkan untuk pelatihan dan ukuran armada untuk menutup operator yang paling tidak berpengalaman, dan perlindungan pelapor telah disiapkan.
“Hal itu membuahkan hasil. Setelah turun tajam di awal dekade, tingkat kecelakaan berada di bawah rata-rata global pada 2018 dan 2019. Bahkan, angka tersebut lebih rendah daripada di AS dan UE,” Bloomberg menulis.
Baca Juga: Facebook Tak Berencana Cabut Blokir Akun Donald Trump: Bukti Presiden Tak di Atas Kebijakan Kami