Normalisasi Hubungan dengan Israel, AS Janjikan Triliun Rupiah ke Indonesia

- 23 Desember 2020, 06:40 WIB
Bendera Israel dan negara-negara yang menormalisasi hubungan di dinding Jerusalem Old City.
Bendera Israel dan negara-negara yang menormalisasi hubungan di dinding Jerusalem Old City. //Twitter/@TuttleSinger

PR CIREBON - Amerika Serikat tengah mengiming-imingi miliaran dolar jika Indonesia bergabung dengan negara-negara muslim untuk menjalin hubungan dengan Israel.

Hal itu disampaikan seorang pejabat AS, Chief Executive Ofcer DFC, Adam Boehler, atas dorongan dari Presiden Donald Trump.

Korporasi Keuangan Pembangunan Internasional A.S, sebuah badan pemerintah AS yang berinvestasi di luar negeri, akan dapat memberikan portfolio yang dilipatgandakan hingga 1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp14 triliun, jika saat ini Indonesia hendak mengembangkan hubungan dengan Israel.

Baca Juga: Google Doodle Ajak Pengguna Buat Kartu Ucapan Selamat Hari Ibu, Berikut Caranya

"Kami sedang dalam pembicaraan dengan mereka," kata Boehler dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Al-Jazeera pada Selasa, 22 Desember 2020.

"Jika mereka siap, mereka siap, dan jika mereka mengatakan ya maka kami denga senang hati akan memberi dukungan finansial lebih dari apa yang kami lakukan," ujarnya menambahkan.

Boehler menyampaikan, dia tidak akan terkejut jika pendanaan yang diberikan oleh organisasinya, negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, didorong oleh lebih dari satu atau dua miliar dolar AS.

Baca Juga: Bosan Dengan Menu Makan Malam Anda? Coba Resep Menu Ayam Jeruk Lezat Chrissy Teigen

Para pemimpin Amerika dan Israel berharap, akan ada lebih banyak negara yang ikut bergabung mengikuti negara-negara lain yang sudah menormalisasikan hubungan dengan Israel.

Dalam beberapa bulan terakhir, sudah ada beberapa negara Arab yang menormalisasikan hubungan mereka dengan Israel, yaitu Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko.

AS juga memiliki harapan Oman dan Arab Saudi akan ikut bergabung bersama kelompok normalisasi tersebut.

Baca Juga: Persiapan Hadapi Libur Panjang, Berikut 5 Tips Tetap Aman Berwisata Saat Liburan

Walaupun Boehler mengungkapkan pendanaan dari DFC untuk kedua negara tersebut akan dibatasi, karena organisasi tidak diberi izin untuk berinvestasi secara langsung di negara-negara yang memiliki penghasilan tinggi.

MELAWAN TIONGKOK

Boehler berada di Israel sebagai bagian dari delegasi yang dikirim bersama dengan menantu dari Donald Trump dan penasihat senior yakni, Jared Kushner.

Baca Juga: Jadi Salah Satu Masalah Kesehatan Serius di Indonesia, Cegah Pneumonia dengan 4 Langkah Ini

Kemudian di Maroko, Boehler akan mengumumkan perihal pembukaan cabang Prosper Afrika yang pertama di Afrika Utara.

Hal itu merupakan sebuah inisiatif untuk meningkatkan bisnis AS dan Afrika.

Boehler juga menjelaskan, mungkin saja agensinya akan menjadi bagian dari sindikat utang untuk membantu membiayai penjualan pelabuhan terbesar Israel di kota Haifa utara.

Baca Juga: Berikut 5 Hal Baru Tentang Kebiasaan Belanja Yang Mulai Berubah Karena Covid-19

Sementara, perusahaan Amerika dan Emirat sudah menampakan minatnya dalam tender tersebut, Boehler mengatakan bahwa dia akan melihat tawaran yang melibatkan sekutu seperti UAE dan juga orang Amerika.

Sebagai bentuk dari bagian kesepakatan yang terjalin untuk normalisasi hubungan dengan Israel, Boehler membantu membentuk dana bersama sebesar 3 miliar dolar AS atau sekitar Rp43 triliun antara Israel-Emirat-AS.

Dana tersebut berbasis di Yerusalem untuk digunakan berinvestasi secara regional.

Baca Juga: Pengguna TikTok Akui Alami Alergi Setelah Berolahraga, Ahli Jelaskan Kebenarannya

Kepala dana tersebut sekaligus penasihat senior Kedutaan Besar AS Aryeh Lightstone, menyatakan sejauh ini AS sedang menguji kelayakan terhadap lebih dari 10 kesepakatan yang potensial.

Salah satunya adalah pipa minyak di Israel, Boehler menyebut ada lebih banyak lagi kesepakatan yang diteliti.

Karena AS sedang mencari cara untuk lebih memperluas ekspor gas alam negara itu ke negara-negara Asia Tengah atau Eropa, demi untuk melawan pengaruh yang diberikan Rusia dan Tiongkok.

Baca Juga: Jokowi Reshuffle 6 Menteri, Muannas Alaidid: Saya Senang Melihat Tokoh Bangsa Bekerja Sama

"Ini adalah area yang menarik, Amerika Serikat tidak sering bermain di pasar ini," kata Boehler.

Di tempat lain di dunia, diungkapkan Boehler bahwa yang menjadi prioritas sebelum berakhirnya pemerintahan Trump adalah memberikan bantuan kepada negara-negara Amerika Latin yang memiliki utang ke Tiongkok.

Bantuan tersebut agar negara-negara tersebut dapat memulai proyek infrastruktur dan membiayai kembali utang mereka yang mencapai miliaran.

Baca Juga: Hindari 5 Hal Ini Agar Rambut Tak Mudah Pudar Saat Diwarnai, Salah Satunya Keramas dengan Air Panas

"Kami sedang dalam diskusi yang intensif untuk melihat apa yang dapat kami lakukan di sana, di mana mereka membutuhkan bantuan dari segi pembangunan, ini juga merupakan sebuah kesempatan untuk mereka agar bisa lepas dari Tiongkok," ujarnya.

Boehler menambahkan pihaknya akan melihat apakah hal itu bisa diselesaikan sebelum 20 Januari 2021.

Sementara Presiden terpilih AS, Joe Biden, telah berjanji untuk mengembalikan kebijakan yang sebelumnya.

Halaman:

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x