Disebut Obat Warung dan Dijual Murah, WHO Klaim Dexamethasone Ampuh Sembuhkan Covid-19

17 Juni 2020, 15:38 WIB
ILUSTRASI vaksin.* /Shutterstock via Antara

PR CIREBON - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyambut baik hasil uji klinis awal dari Inggris yang menunjukkan dexamethasone dapat menyelamatkan nyawa bagi pasien yang sakit kritis dengan Covid-19. 

Temuan awal yang dibagikan dengan WHO menunjukkan hasil untuk pasien yang menggunakan ventilator, pengobatan terbukti mengurangi kematian sekitar sepertiga, dan untuk pasien yang hanya membutuhkan oksigen, mortalitas dipotong sekitar seperlima.

Manfaat tersebut hanya terlihat pada pasien sakit parah dengan Covid-19 dan tidak diamati pada pasien dengan penyakit ringan. 

Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Beredar Kabar Pembatalan Keberangkatan Calon Jemaah Haji 2020 karena Dananya Habis

"Ini adalah pengobatan pertama yang ditunjukkan untuk mengurangi angka kematian pada pasien dengan Covid-19 yang membutuhkan dukungan oksigen atau ventilator,” kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari situs resmi World Health Organization (WHO).

WHO juga mengungkapkan bahwa hal ini merupakan berita bagus dan mengucapkan selamat kepada pemerintah Inggris, Universitas Oxford, dan banyak rumah sakit dan pasien Inggris yang telah berkontribusi pada terobosan ilmiah yang menyelamatkan banyak manusia.

Dexamethasone adalah steroid yang telah digunakan sejak 1960-an untuk mengurangi peradangan dalam berbagai kondisi, termasuk gangguan peradangan dan kanker tertentu. 

Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Beredar Gambar Wapres Ma’ruf Amin Sebut Buzzer Dipelihara Negara

Dexamethasone telah terdaftar dalam Daftar Model Obat Esensial WHO sejak 1977 dalam berbagai formulasi, dan saat ini tidak memiliki paten dan tersedia dengan harga terjangkau di sebagian besar negara.

"Dexamethasone obat murah, ada dimana-mana dan bisa langsung digunakan untuk menyelamatkan nyawa orang-orang di seluruh dunia dengan segera," kata Peter Horby, peneliti Oxford University dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Reuters.

Para peneliti berbagi wawasan awal tentang hasil uji coba dengan WHO, dan kini tengah menantikan analisis data lengkap dalam beberapa hari mendatang. 

Baca Juga: Sudan Temukan Kuburan Massal Peserta Wajib Militer yang Terbunuh Pada Masa Rezim Bashir

WHO akan mengoordinasikan meta-analisis untuk meningkatkan pemahaman secara keseluruhan tentang intervensi ini. Panduan klinis WHO akan diperbarui untuk mencerminkan bagaimana dan kapan obat harus digunakan dalam Covid-19.

Obat steroid mengurangi peradangan, yang terkadang berkembang pada pasien Covid-19 ketika sistem kekebalan bereaksi berlebihan untuk melawan infeksi.

Reaksi berlebihan ini dapat berakibat fatal, sehingga dokter telah menguji steroid dan obat antiinflamasi lainnya pada pasien tersebut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan agar tidak menggunakan steroid lebih awal dalam perjalanan penyakit karena mereka dapat memperlambat waktu sampai pasien membersihkan virus.

Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Beredar Surat Telegram dari Kapolri Bolehkan Keluarga Jemput Jenazah PDP Covid-19

Secara signifikan, dexamethasone juga obat pertama yang ditunjukkan untuk meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien Covid-19. 

"Ini adalah hasil yang sangat disambut baik. Manfaat bertahan hidup jelas dan besar pada pasien yang cukup sakit untuk memerlukan perawatan oksigen, jadi dexamethasone sekarang harus menjadi standar perawatan pada pasien ini," kata Horby.

Sebelumnya, para peneliti dari Universitas Oxford memberikan dexamethasone kepada lebih dari 2.000 pasien Covid-19 yang sakit parah dalam sebuah uji coba klinis bernama RECOVERY (evaluasi acak pengobatan Covid-19) untuk mengetes potensi pengobatan Covid-19 termasuk menggunakan dexamethasone dosis rendah.

Baca Juga: Dapat Dukungan Sahabat, Nikita Mirzani Bakal Maju Jadi Calon Anggota DPR

Hasilnya, dexamethasone yang diberikan secara oral dan lewat infus selama 28 hari mampu mengurangi risiko kematian hingga 35 persen pada pasien dengan bantuan ventilator.

Obat ini juga mampu mengurangi kematian hingga 20 persen pada pasien yang butuh asupan oksigen. Namun tampaknya tidak membantu pasien yang sakitnya tidak terlalu parah.***

Editor: Suci Nurzannah Efendi

Sumber: REUTERS WHO

Tags

Terkini

Terpopuler