Empat Bulan Sejak Kudeta, PBB Perkirakan 230 Ribu Orang Telah Mengungsi dari Myanmar

25 Juni 2021, 17:30 WIB
Ilustrasi. PBB memperkirakan bahwa sekitar 230 ribu orang telah mengungsi dari Myanmar, empat bulan sejak kudeta militer. /Karen Teacher Working Group via REUTERS

PR CIREBON – Badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melaporkan bahwa diperkirakan 230.000 orang telah mengungsi akibat kekerasan dan pertempuran di Myanmar tahun ini.

Selain itu, badan kemanusiaan PBB menyebut pada pengungsi dari Myanmar itu membutuhkan bantuan.

Hingga saat ini, Myanmar masih berada dalam krisis sejak panglima militer Min Aung Hlaing memimpin kudeta terhadap pemerintah terpilih pada Februari lalu.

Baca Juga: 6 Manfaat Beras Merah Bagi Kesehatan, Ampuh Kontrol Tingkat Kolesterol

Tindakan kudeta itu memicu protes nasional, gerakan pembangkangan sipil massal dan, baru-baru ini pembentukan tentara sipil.

“Pengungsi serta masyarakat di daerah yang terkena bencana sangat membutuhkan berbagai bantuan kemanusiaan.

“Termasuk makanan dan bahan dasar rumah tangga, tempat tinggal, akses ke perawatan kesehatan, air dan sanitasi, serta berbagai layanan perlindungan, termasuk dukungan psikososial,” jelas laporan yang dirilis oleh Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).

Baca Juga: Soal Kabar Jenazah Covid-19 yang Diangkut dengan Truk, Ahmad Riza Patria: Kami Masih Gunakan Mobil Ambulans

Badan PBB itu mengatakan operasi bantuan sedang berlangsung tetapi terhalang oleh bentrokan bersenjata, kekerasan dan ketidakamanan di negara itu.

Diperkirakan 177.000 orang telah mengungsi di negara bagian Karen yang berbatasan dengan Thailand, sementara lebih dari 20.000 orang berlindung di 100 daerah pengungsian.

Mereka mengungsi setelah pertempuran antara Pasukan Pertahanan Rakyat dan tentara di negara bagian Chin yang berbatasan dengan India terjadi.

Baca Juga: Disinyalir Akibat Genosida di Masa Lampau, Kanada Temukan Ratusan Kuburan Tak Bernama

Ribuan orang juga melarikan diri dari pertempuran di negara bagian Kachin dan Shan utara, wilayah di mana tentara etnis minoritas yang mapan telah lama memerangi militer.

Persatuan Nasional Karen (KNU), salah satu kelompok bersenjata etnis minoritas terkemuka Myanmar, menyatakan keprihatinan tentang hilangnya nyawa warga sipil, meningkatnya kekerasan dan penggunaan kekuatan oleh militer di seluruh Myanmar.

“KNU akan terus berjuang melawan kediktatoran militer dan memberikan perlindungan sebanyak mungkin kepada orang-orang dan warga sipil yang tidak bersenjata,” jelasnya dalam sebuah pernyataan, dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari Al Jazeera.

Baca Juga: Sebut Sang Istri Punya Kebiasaan Baru Akhir-akhir ini, Atta Halilintar: Pertanda Apa ya?

Protes anti-kudeta kembali terjadi pada Kamis, 24 Juni 2021, di Negara Bagian Kachin, Dawei, Wilayah Sagaing dan ibukota komersial Yangon.

Para demonstran membawa spanduk dan membuat gerakan tiga jari untuk menentang.

Beberapa menunjukkan dukungan bagi mereka yang menentang kekuasaan militer di Mandalay, kota terbesar kedua Myanmar.

Baca Juga: Lesti Kejora Kesal Melihat Dirinya Genit pada Wanita Lain, Rizky Billar: Masa Rezeki Ditolak

Di tempat itu terjadi baku tembak antara tentara dan kelompok pemberontak yang baru dibentuk, yang juga merupakan bentrokan bersenjata pertama di pusat kota besar sejak kudeta.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler