WHO Sebut Varian Virus Delta yang Pertama Ditemukan di India Akan Menjadi Dominan di Seluruh Dunia

19 Juni 2021, 10:30 WIB
Ilustrasi virus corona. WHO mengungkapkan bahwa varian virus Delta yang pertama ditemukan di India akan menjadi varian yang dominan secara global. /Pixabay/BlenderTimer

PR CIREBON – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat, 18 Juni 2021 waktu setempat mengatakan bahwa varian virus Corona Delta menjadi varian dominan di seluruh dunia.

Varian virus Corona Delta tersebut pertama kali ditemukan di India, di tengah terjadinya gelombang kedua Covid-19 yang mengacaukan negara tersebut.

Varian virus Corona Delta diketahui lebih menular daripada varian sebelumnya, termasuk yang pertama kali ditemukan di Inggris dan Afrika Selatan.

Baca Juga: Ramalan Kartu Tarot Mingguan, 21-27 Juni 2021: Scorpio Dapat Tujuh Pedang, Artinya Minggu yang Tak Baik

Ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan, juga menyuarakan kekecewaan atas kegagalan kandidat vaksin Covid-19 baru bernama CureVac, dalam uji coba untuk memenuhi standar kemanjuran.

Vaksin itu khususnya diuji coba karena varian yang sangat mudah menular meningkatkan kebutuhan akan suntikan baru yang efektif.

Pada beberapa negara di dunia, Inggris telah melaporkan peningkatan tajam dalam infeksi dengan varian Delta.

Baca Juga: Bersihkan 5 Benda Ini, Setelah Dirimu Sembuh dari Flu!

Pejabat kesehatan masyarakat Jerman juga memperkirakan varian itu akan dengan cepat menjadi varian dominan di sana meskipun tingkat vaksinasi meningkat.

Di Indonesia, varian Delta pun dilaporkan telah menyebar dan menjadi salah satu virus yang menyebabkan lonjakan kasus baru-baru ini.

Sedangkan Rusia mengatakan lonjakan kasus Covid-19 di negara itu disebabkan pada keengganan untuk melakukan vaksinasi.

Baca Juga: Ramalan Pembacaan Kartu Tarot 21-27 Juni 2021, Aries Berada di Puncak Cinta, Gemini Bermasalah dengan Rumah

Setelah rekor infeksi baru di Moskow, sebagian besar disebabkan oleh varian Delta pun menyebabkan adanya ketakutan akan gelombang ketiga.

"Varian Delta sedang dalam perjalanan untuk menjadi varian dominan secara global karena peningkatan transmisibilitasnya," kata Swaminathan dalam konferensi pers, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Reuters.

Varian CureVac yang diharapkan mampu mengalahkan varian Delta dilaporkan terbukti hanya 47 persen efektif dalam mencegah penyakit, jauh dari patokan 50 persen WHO.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Kartu Tarot Mingguan, 21-27 Juni 2021, Pisces Dapatkan Kartu Tentang Kebingungan

Perusahaan mengatakan telah mendokumentasikan setidaknya 13 varian yang beredar dalam populasi penelitiannya.

Mengingat bahwa vaksin mRNA serupa dari Pfizer-BioNTech dan Moderna mencatat tingkat kemanjuran yang mencapai 90 persen, Swaminathan mengatakan bahwa dunia telah mengharapkan lebih banyak dari kandidat CureVac.

“Hanya karena ini adalah vaksin mRNA lain, kami tidak dapat menganggap semua vaksin mRNA sama, karena masing-masing memiliki teknologi yang sedikit berbeda,” kata Swaminathan, menambahkan bahwa kegagalan yang mengejutkan menggarisbawahi nilai uji klinis yang kuat untuk menguji produk baru.

Baca Juga: Inilah yang Terjadi pada Tubuh ketika Anda sembelit, Salah Satunya Wasir!

Pejabat WHO mengatakan bahwa Afrika tetap menjadi area yang menjadi perhatian, meskipun hanya menyumbang sekitar 5 persen dari infeksi global baru dan 2 persen kematian.

Kasus baru di Namibia, Sierra Leone, Liberia, dan Rwanda telah berlipat ganda dalam seminggu terakhir, kata kepala program kedaruratan WHO Mike Ryan, sementara akses vaksin tetap sangat kecil.

"Ini lintasan sangat memprihatinkan. Kenyataan brutal adalah bahwa di era berbagai varian, dengan peningkatan penularan, kami telah menyebabkan sebagian besar populasi, populasi rentan Afrika, tidak terlindungi oleh vaksin," kata Ryan.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler