Kerusuhan Menentang Kudeta Militer di Myanmar Semakin Mematikan, Para Menlu ASEAN akan Gelar Pertemuan

2 Maret 2021, 16:02 WIB
Para Menlu ASEAN akan menggelar pertemuan terkait Myanmar.* /Reuters/Stringer

PR CIREBON –  Kasus kudeta militer dan protes yang berkepanjangan di Myanmar masih belum usai.

Bahkan pihak-pihak dari luar Myanmar ikut berusaha memadamkan kasus kudeta militer yang dimulai sejak awal Februari 2021 tersebut.

Salah satu yang berusaha menyelesaikan kasus kudeta militer di Myanmar itu adalah Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN, yang mengungkapkan akan melakukan pertemuan khusus.

Baca Juga: Masih Betah Melajang di Usia 37 Tahun, Luna Maya Akui Dapat Wejangan dari sang Ibunda: Nggak Usah Kalau Ribet

Pertemuan ASEAN itu direncanakan akan dilakukan pleh para Menteri Luar Negeri (Menlu) negara masing-masing.

Hingga kini, protes kudeta militer tersebut berkembang menjadi kekerasan yang mematikan sehingga menyebabkan krisis politik.

Pembicaraan antara Menlu ASEAN direncanakan dilakukan setelah terjadinya kekerasan paling mematikan dari kerusuhan yang menentang kudeta militer.

Baca Juga: 4 Bahasa Tubuh yang Menandakan Kesehatan Hubungan Pernikahan

Sebagaimana diberitakan Jurnal Presisi dalam artikel berjudul "Myanmar Memanas, Para Melu ASEAN Siap Lakukan Pertemuan Khusus Untuk Bahas Hal ini" situasi makin memanas hingga menimbulkan kemarahan dan unjuk rasa massal di seluruh Myanmar.

Menlu Singapura Vivian Balakrishnan mengatakan dia akan berterus terang dalam pertemuan yang berlangsung virtual pada Selasa.

Selain itu Balakhrisnan akan memberi tahu perwakilan militer Myanmar bahwa ASEAN sangat kecewa dengan kekerasan tersebut.

Baca Juga: Ivan Gunawan Ungkap Alasan Transformasi Penampilan dari Macho hingga Feminin: Biar Orang Bisa Cepat Mengenal

Dalam wawancara televisi Senin malam, dia mengatakan ASEAN akan mendorong dialog antara Suu Kyi dan junta.

"Ada kepemimpinan politik dan ada kepemimpinan militer, di pihak lain. Mereka perlu bicara, dan kami perlu membantu menyatukan mereka," kata Balakrishnan seperti yang dikutip dari Reuters, Selasa 2 Maret 2021.

Sebelumnya, Menlu Malaysia Hishammuddin Hussein menyatakan bahwa ASEAN harus memainkan peran yang lebih proaktif dalam memulihkan situasi di Myanmar.

Baca Juga: Resmikan KRL Yogyakarta-Solo, Presiden Jokowi: ini Bagus untuk Jadi Moda Transportasi yang Ramah Lingkungan

"Semua pihak harus menahan diri sepenuhnya dari penggunaan kekerasan," kata Hussein dalam sebuah pernyataan, Senin.

Menlu Filipina Teodoro Locsin mengindikasikan di Twitter bahwa ASEAN akan tegas dengan Myanmar dan mengatakan kebijakan nonintervensi dalam urusan dalam negeri anggota 'bukan persetujuan menyeluruh atau persetujuan diam-diam untuk kesalahan yang dilakukan di sana'.

Pekan lalu, Menlu Indonesia Retno Marsudi bertemu dan melakukan pembicaraan dengan menteri luar negeri yang ditunjuk junta militer Myanmar, Wunna Maung Lwin, serta Menlu Thailand Don Pramudwinai.

Baca Juga: Ramalan Kartu Tarot Hari ini, Selasa 2 Maret 2021: Aries Dingin, Taurus Bermimpi, Gemini Ada Hal Baru

Dalam pertemuan yang berlangsung di Bangkok tersebut, Retno menyampaikan posisi dan aspirasi Indonesia terhadap krisis politik di Myanmar, dan meminta negara itu menyelesaikan konflik politik berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam ASEAN.

Namun, upaya ASEAN untuk terlibat dengan militer Myanmar mendapat teguran keras dari kelompok-kelompok dalam gerakan anti kudeta, termasuk komite anggota parlemen yang telah digulingkan yang menyatakan junta sebagai kelompok 'teroris'.

Sa Sa, utusan yang ditunjuk komite untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengatakan ASEAN seharusnya tidak berurusan dengan 'rezim yang dipimpin militer yang tidak sah ini'.

Baca Juga: Ramalan Kartu Tarot Hari ini, Selasa 2 Maret 2021: Leo Jangan Tertipu, Virgo Tak Kenal Kompromi

Alumni program pemuda ASEAN di Myanmar mengatakan blok tersebut harus berbicara dengan perwakilan internasional dari pemerintahan Suu Kyi, bukan dengan rezim.

"ASEAN harus memahami bahwa kudeta atau pemilihan ulang yang dijanjikan oleh junta militer sama sekali tidak dapat diterima oleh rakyat Myanmar," kata dia dalam surat kepada ASEAN.

Pemimpin junta Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing telah berjanji untuk mengadakan pemilihan baru dan menyerahkan kekuasaan kepada pemenang, tetapi tidak memberikan kerangka waktu yang jelas.

Baca Juga: Polda Metro Jaya Ungkap Dapat Laporan Rina Lauwy atas Dugaan KDRT Dirut PT Taspen

Kudeta pada 1 Februari menghentikan langkah Myanmar menuju demokrasi setelah hampir 50 tahun pemerintahan militer, dan telah menuai kecaman dan sanksi dari Amerika Serikat serta negara-negara Barat lainnya, dan meningkatnya kekhawatiran di antara tetangganya.*** (Novandryo Witar/Jurnal Presisi)

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Jurnal Presisi

Tags

Terkini

Terpopuler