Dalam contohnya, dibandingkan masyarakat Jakarta tidak bisa sosialisasi penggunaan masker di Jakarta tidak bisa dengan cara berdebat atau represif kepada masyarakat. Namun sebaliknya, hal itu mungkin bisa dilakukan di Surabaya karena adanya tokoh Bung Tomo yang berbicara lantang dan keras.
"Kalau di Surabaya agak keras sedikit tidak masalah. Contohnya Bung Tomo yang berbicara lantang dan keras melalui radio," katanya.
Baca Juga: Siapa Sangka, Maut Jemput saat Asyik Orasi Pilkada Halmahera Utara, Golkar: Kami Harus Cari Gantinya
Kemudian beirkutnya, Masyarakat Buleleng, Bali bisa dilakukan pendekatan yang melibatkan pecalang atau polisi adat Bali, dinilai paling pas untuk mengkampanyekan gerakan pakai masker.
Bahkan, masyarakat Bali nampak lebih patuh pakai masker dibanding menggunakan helm karena apabila tidak menggunakan masker akan ada saksi "push up" dan denda.
"Di Jakarta, tidak bisa pakai denda. Harus pakai medsos dengan menggunakan konten kreatif," katanya.
Baca Juga: Ajarkan Pelajar Surabaya Memanusiakan Manusia, Tri Rismaharini Dadakan Jadi Guru Sekolah Daring
Sedang paling konkret kebudayaan adalah Yogyakarta, membuat satgas Covid-19 harus memakai pendekatan kearifan lokal yang melibatkan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan UMKM.
"Cara paling efektif agar masyarakat gunakan masker ialah kearifan lokal," demikian pernyataan dr Tirta.***