Galih memberi contoh, bagi yang sudah terbiasa mendaki Gunung Tangkuban Perahu, maka bahaya itu bisa dihindari. Namun bagi yang tidak terbiasa mendaki, bisa saja petualangannya itu mengundang bahaya yang ada di sepanjang jalan pendakian ke Gunung Tangkuban Perahu.
Mengundang bahaya bisa jadi disebabkan karena berbagai factor. Mulai dari waktu pendakian yang tidak tepat, bekal tidak mencukupi, tidak membawa jas hujan, sampai kondisi fisik yang tidak menunjang. “Alam bebas mengandung bahaya, kita yang mengundang bahaya,” tegasnya.
Galih menyebut factor terpenting adalah perencanaan dan persiapan. Dengan perencanaan dan persiapan yang matang, berarti sudah 50 persen petualangan berhasil. Untuk mengurangi resiko bahaya, pemula perlu belajar, berdiskusi dengan yang sudah berpengalaman, termasuk melatih fisik.
Ia menyarankan latihan fisik setidaknya 150 menit per minggu, atau 25 menit setiap harinya. “Yang paling ringan, ya jalan kaki lah,” tuturnya dihadapan lebih dari 20 wartawan dari mitra yang tergabung dalam Grup PRMN.
Disamping kesiapan dan persiapan logistic dan fisik, satu hal yang paling berbahaya dan bisa mengundang bahaya adalah kesombongan. “Tong sombong.. tong sompral pokona,” katanya mengingatkan.
Baca Juga: Pengobatan Herbal : Mengenal Si Perdu Ajaib Kirinyuh untuk Kesehatan (Bagian3)
Salah satu kisah menarik yang diceriterakan Galih adalah guide Everest di Nepal. Para guide, katanya, sangat mempercayai bahwa gunung itu hidup dan memilih siapa yang berhak mendaki.
Bagi guide Everest di Nepal, mendaki sambil mengantar tamu merupakan ziarah sehingga benar-benar menjaga dari kesombongan. “Kan dalam Islam pun, semua mahluk dan benda bertasbih,” kata Galih.
Mereka cukup percaya bahwa para pendaki Everest yang terkena musibah, meninggal, bukan karena kekurangmampuan dan pengalaman pendakian, tapi bisa jadi karena factor lain terutama kesombongan.