PR CIREBON - Bulan puasa suci Ramadhan harus menjadi waktu refleksi spiritual dan penataan kembali prioritas kolektif umat.
Sayangnya, di era globalisasi, konsumsi yang tak tanggung-tanggung, dan pendekatan hidup yang egois dan individualistis, hubungan kita dengan Ramadhan membelok dari tujuan yang dimaksudkan menuju sesuatu yang sama sekali berbeda.
Ramadhan biasanya merupakan bulan paling dermawan bagi umat Islam, waktu yang didedikasikan untuk salat; untuk memberi dan berbagi; dan untuk mencari pengampunan.
Baca Juga: Quotes Ramadhan Hari ke-15 Puasa: Perhiasan Terbaik itu Bernama Ilmu dan Adab
Ini adalah penggabungan dari kelahiran kembali spiritual individu di satu sisi, dan penguatan Umat, komunitas Muslim global, di sisi lain.
Selama bulan ini, rasanya seolah-olah batas-batas politik dihapus dan umat Islam mengklaim rasa identitas kolektif yang baru, di mana pun mereka berada di dunia.
Titik persatuan mereka menjadi puasa komunal dan kegiatan terkait, seperti memberi makan yang lapar, pakaian yang miskin, merawat anak yatim dan sebagainya.
Menyesatkan untuk memahami Ramadhan hanya sebagai saat Muslim menahan diri dari makan atau minum dari fajar hingga matahari terbenam.
Ya, memang begitu, tapi Muslim juga diminta untuk menahan diri dari lebih banyak lagi; untuk menahan diri dari melakukan perbuatan buruk, berbicara meremehkan orang lain, berbohong, menipu atau bahkan menyimpan permusuhan terhadap orang lain.