Mengapa Patah Hati Begitu Menyakitkan? Terungkap.. Ini Jawaban Sains

4 Februari 2023, 14:59 WIB
Ilustrasi patah hati/pixabay/antara /


SABACIREBON - Kehilangan seseorang yang sangat dicintai, rasanya pasti sangat menyakitkan. Kehilangan orang-orang dekat, baik hubungan keluarga, sahabat maupun pasangan hidup, sakit pasti sakit sekali.

Saat seperti itulah, terkadang ada saja orang menjadi patah hati. Kondisi ini ternya dapat memicu luapan emosi negatif yang juga dapat terasa menyakitkan secara fisik.

Mengutip dari Antaranews, emosi negatif ini dipengaruhi oleh beberapa hormon. Seperti meningkatnya hormon stres kortisol, adrenalin dan noradrenalin, serta penurunan hormon bahagia serotonin dan oksitosin dalam tubuh.

Baca Juga: Waduh ! Ular Sanca Sepanjang Dua Meter Berwarna Hitam, Bercorak Kuning di Majalengka Masuk Kantor Inspektorat

"Ketika putus cinta, kadar oksitosin dan dopamin turun, sementara pada saat yang sama ada peningkatan kadar salah satu hormon yang bertanggung jawab atas stres yakni kortisol," papar Pakar kesehatan yang biasanya menulis artikel medis di Dr Fox Online Pharmacy, Inggris, Dr Deborah Lee seperti disiarkan LiveScience baru-baru ini.

Kemudian meningkatnya kortisol ini dapat berkontribusi pada kondisi tertentu. Di antaranya tekanan darah tinggi, penambahan berat badan, jerawat, hingga meningkatnya kecemasan.

Penolakan sosial, seperti putus dengan pasangan, juga mengaktifkan area otak yang berhubungan dengan rasa sakit fisik.

Baca Juga: Kembali Dibuka Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 48, Penerima Bantuan Sosial Bisa Mendaftar

Berdasarkan sebuah studi tahun 2011 dalam jurnal Biological Sciences.

Psikolog klinis, Eric Ryden menuturkan, efek neurobiologis patah hati bisa sedemikian rupa sehingga disamakan dengan rasa sakit fisik.

Hal ini sebagaimana dibuktikan dengan beberapa tanda. Mulai gejala fisik seperti nyeri dada dan serangan panik, dan merasa terpukul.

Baca Juga: 1.531 Jiwa Terdampak Gempa Bumi Dangkal, Kab. Garut tak Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana

"Patah hati tampaknya melibatkan beberapa mekanisme saraf yang sama dengan rasa sakit fisik," katanya.

Menurutnya, dalam kurun waktu patah hati, sistem saraf simpatik dan parasimpatis yang biasanya mengimbangi satu sama lain, dapat diaktifkan.

Di mana sistem saraf simpatik bertanggung jawab atas respons perlawanan tubuh, mempercepat detak jantung dan pernapasan.

Baca Juga: Bagas Fikri Melaju ke Semi Final Thailand Master 2023

Sementara menurut Mayo Clinic Neurology Board Review, sistem saraf parasimpatis bertanggung jawab atas tubuh saat istirahat.

Lee mengatakan, hormon yang dilepaskan saat patah hati mengaktifkan dua bagian sistem saraf ini. Otak dan jantung yang merespons menjadi bingung karena menerima pesan yang campur aduk.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Bandung Raya Hari Ini Sabtu 4 Februari 2023

"Hal ini bisa mengakibatkan gangguan pada aktivitas listrik jantung, dengan variabilitas detak jantung yang lebih rendah," sebutnya.

Seringkali orang dengan variabilitas detak jantung rendah akan menunjukkan gejala seperti kelelahan, kecemasan, depresi, dan kurang tidur.

Menurut makalah tahun 2019 dalam Frontiers in Psychiatry, variabilitas detak jantung dapat digunakan untuk menilai keadaan klinis pada pasien depresi.***

Editor: Andik Arsawijaya

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler