SABACIREBON - Kokom, seorang petani teh, memulai hari dengan menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Setelah itu, ia bersiap untuk memetik teh putih di kebun teh Gambung, Ciwidey, Jawa Barat.
Bersama empat rekannya, Kokom akan memetik teh putih, juga dikenal sebagai white tea, di sisi selatan kebun yang terletak di kaki Gunung Tilu.
Setelah shalat subuh, Kokom bergegas menuju titik kumpul di pertigaan yang berjarak 5 menit dari rumahnya. Di sana, rombongan pemetik biasanya berkumpul sebelum berangkat bersama ke area petik.
Baca Juga: Hoaks! Narasi Kegelapan Bumi pada 8 April 2024 Ternyata Salah
Sebagai pemetik teh putih, Kokom hanya membawa beberapa alat. Ranselnya berisi botol minum, kotak bekal, dan satu baskom penyaring berdiameter 15 cm yang digunakan sebagai wadah untuk menaruh pucuk teh yang akan dipetiknya nanti.
Dibutuhkan waktu sekitar 15-20 menit bagi Kokom dan rekan sekelompoknya untuk sampai di area petik. Sambil menunggu matahari terbit, mereka membuka bekal sarapan dan menikmatinya bersama sambil bercengkrama.
Sinar matahari yang perlahan muncul di ufuk timur menjadi tanda bagi Kokom dan teman-temannya untuk memulai memetik pucuk teh yang dikenal kaya akan manfaat itu.
Baca Juga: BRIN Gunakan Teknologi Penginderaan Jauh untuk Pantau Lahan Pertanian
Teh putih mungkin tidak begitu familiar di telinga masyarakat Indonesia. Namun, bagi penggemar teh, varian teh putih ini merupakan produk premium yang eksklusif.
Editor: Otang Fharyana
Sumber: ANTARA