Bahasa Indonesia Layak dan Siap Jadi Bahasa Kedua ASEAN

- 14 April 2022, 22:49 WIB
Pakar Linguistik Makyun Subuki
Pakar Linguistik Makyun Subuki /

SABACIREBON - Jika memang ASEAN akan menggunakan bahasa kedua, maka yang lebih layak dan siap adalah Bahasa Indonesia. Bahasa tersebut sudah memenuhi syarat dilihat dari berbagai aspek.

Hal itu dikemukakan Pakar Linguistik Makyun Subuki Sebagaimana diketahui, ketika diminta tanggapannya atas pernyataan Perdana Menteri Malaysia Dato' Sri Ismail Sabri Yaakob mengusulkan agar bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa kedua ASEAN.

Yaakob menyampaikan usulannya ketika berkunjung ke Indonesia pada awal April lalu.

Pernyataan PM Malaysia tersebut langsung menuai penolakan dari dalam negeri, khususnya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim.

Baca Juga: Kurikulum Madrasah Dapat Dukungan Digitalisasi dari Kementerian Kominfo

Makyun menjelaskan, kesiapan bahasa Indonesia lebih untuk digunakan sebagai bahasa kedua ASEAN, setidaknya bisa dilihat dari dua sisi, baik dari aspek penggunaan maupun politisnya. Pertama, secara infrastruktur, bahasa Indonesia sudah lebih siap.

"Bahasa Indonesia sudah dipelajari di 47 negara, mengalahkan bahasa Melayu," katanya kepada NU Online pada Rabu (13/4/2022).

Dia menambahkan, Bahasa Indonesia juga sudah teruji sebagai bahasa persatuan di Negara Indonesia, tanpa menafikan kehadiran bahasa daerah.

"(Bahasa Indonesia) Digunakan secara politik untuk menyatukan beragam perbedaan ras dan etnis di Indonesia," katanya.

Ada beberapa syarat, kata Makyun, sebuah bahasa dapat dijadikan sebagai lingua franca di sebuah kawasan, meskipun hanya sebagai bahasa kedua. Syarat lingua franca adalah bahasa itu mudah dipelajari, cukup prestisius, dan disukai oleh banyak kalangan.

"Dari tiga syarat itu, bahasa Indonesia dan bahasa Melayu cukup potensial dijadikan bahasa kedua," kata Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) UIN Syaricif Hidayatullah Jakarta itu.

Menurut Makyun, jika bahasa suatu bangsa dijadikan bahasa resmi tentu akan memperoleh banyak keuntungan. Ia mencontohkan bidang kebudayaan yang kemungkinan bakal banyak dipelajari oleh kalangan luas.

"Keuntungan sebuah bangsa apabila bahasanya dijadikan bahasa resmi salah satunya adalah kemungkinan alam kebudayaan bangsa tersebut dipelajari oleh banyak orang dari latar budaya yang berbeda-beda," ujarnya. "Dengan begitu, mereka akan turut mengapresiasi dan secara tidak langsung juga ikut melestarikan kebudayaan bangsa tersebut," lanjut alumnus Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyah, Kebon Jeruk, Jakarta itu.

Makyun juga menyampaikan bahwa pergaulan regional memang sebaiknya menggunakan bahasa yang ada di kawasan itu. Bahasa kedua itu penting untuk memperlihatkan kepedulian bangsa-bangsa yang ada di kawasan itu terhadap kebudayaan mereka sendiri.

Penggunaan bahasa pun menurut Makyun, juga dapat meningkatkan kesadaran akan kepentingan mereka merawat identitas kultural mereka yang bermukim di satu kawasan yang sama.

 

 

Editor: Asep S. Bakrie

Sumber: nu.co.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah