Siapapun yang Terpilih? Joe Biden ataupun Donald Trump, RI Harus Bisa Menyesuaikan

- 5 November 2020, 17:25 WIB
Ilustrasi pemilu AS
Ilustrasi pemilu AS /Pixabay/TheDigitalArtist

PR CIREBON – Pada proses pemilihan umum Presiden Amerika Serikat (Pilpres) ke-59 memang masih berjalan melalui mekanisme “Electoral College”.

Meski demikian, euforia pendukung kandidat calon Presiden Donald Trump maupun Joe Biden meramaikan pemberitaan.

Tak hanya itu, kemenangan salah satu calon presiden Amerika Serikat, tidak hanya menentukan nasib rakyatnya dalam empat tahun kedepan. Tapi, juga turut berpengaruh pada hubungan bilateral Amerika Serikat dengan dunia internasional.

Baca Juga: Albiner Sitompul: Majalah Charlie Hebdo Pantas Ditutup Karena Telah Mencederai Freedom of Religious

Republik Indonesia merupakan salah satu negara sahabat Amerika Serikat dan kedua negara telah meningkatkan mekanisme kerja sama kedalam Kemitraan Strategis sejak 2015 lalu.

Lalu, seperti apa keuntungan yang bisa Indonesia peroleh dalam kepemimpinan presiden Amerika Serikat terpilih nantinya?

Nantinya Indonesia disebut perlu melakukan penyesuaian terhadap karakter presiden terpilih nantinya.

Baca Juga: PBB Kembali Desak Israel Untuk Hentikan Penghancuran di Palestina

Para Pakar Hubungan Internasional Center for Strategic and International Studies (CSIS) Andrew Mantong menilai, kerja sama di sektor ekonomi akan menjadi tugas berat bagi Indonesia, baik Trump maupun Biden yang terpilih.

“Sebuah dampak nyata dari Trump adalah perang dagang dengan Tiongkok. Kalau dampak paling nyata adalah apakah kita kedapatan limpahan pabrik-pabrik Tiongkok yang tutup?. Apakah iklim di Indonesia cukup kondusif relokasi pabrik-pabrik dari Tiongkok ke sini. Kelihatannya masih ada aturan-aturan dan kita masih ribut soal Omnibus Law dan lain sebagainya. Itu dari segi ekonomi. Kalau misalnya nanti Joe Biden berusaha menuliskan norma-norma serta aturan baru untuk peraturan baru perdagangan internasional yang berbasis HAM, standar buruh, kesetaraan gender sama kelestarian lingkungan itu banyak PR nya untuk Indonesia untuk ngikut ke sana. Dalam artian kita harus lebih peduli lagi soal ukuran-ukuran berkaitan dengan demokrasi, jaminan terhadap HAM, dan lain sebagainya,” ujar Andrew Mantong, Rabu 4 November 2020, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI.

Kemudian, isu mengenai Laut Cina Selatan disebut Andrew masih akan menjadi agenda utama yang akan mempengaruhi kebijakan pertahanan dan keamanan Amerika Serikat, Indonesiapun diprediksikan akan berada pada posisi sulit jika nantinya Trump terpilih. Namun, karakteristik diplomasi Biden dikatakan sejalan dengan pola Indonesia.

Baca Juga: Ramai Isu Boikot Produk Prancis, Polri Harapkan Tokoh dan Ulama Ambil Peran Tenangkan Masyarakat

“Semakin luas di kalangan masyarakat Amerika (perang dingin dengan Tiongkok) dan saya pikir tidak hanya di kalangan pendukung Trump saja,” tuturnya.

Menurut Andre, situasi seperti itu mungkin akan membuat Presiden Trump akan lebih konfrontatif, lebih pada pendekatan-pendekatan yang kelihatannya nantinya akan lebih memaksa negara-negara seperti Indonesia untuk memihak antara AS dengan Tiongkok.

“Masalahnya politik luar negeri kita itukan bebas aktif, jadi ga pilihan kita untuk condong ke salah satu pihak.  Kalau AS semakin konfrontatif kelihatannya kita akan berada pada posisi lebih sulit. Sehingga, menurut saya akan lebih sulit mengatur hubungan-hubungan diplomatik di tingkat kawasan maupun bilateral nantinya,” ujarnya menjelaskan.

Baca Juga: Biden atau Trump, Kapan Hasil Pemilu AS Diumumkan?

“Jika Biden yang menang, mungkin pola diplomasinya akan lebih cocok dengan pola yang selama ini dikembangkan Indonesia untuk ASEAN. Dalam artinya Biden dan pendukungnya mungkin tidak akan suka dengan Tiongkok yang semakin ambisius dan asertif di kawasan. Tapi, kelihatannya gaya diplomasi Biden akan lebih multilateral,” sambungnya.

Andre mengemukakan bahwa jika nantinya ekspansi investasi dari Amerika Serikat di Indonesia terwujud pada pemerintah baru Amerika Serikat khususnya di pulau-pulau terluar, dipastikan hal itu dilakukan berdasarkan perhitungan bisnis bukan geostrategis ataupun geopolitik.

“Kunci dari investasi dari negara-negara kapitalis dan negara-negara demokratik yang industrinya maju seperti Amerika itukan sebenarnya kuncinya lebih di kita. Apakah ada iklim investasi yang sesuai atau tidak. Kalau ditanya bagaimana hubungan RI dengan AS seringkali hasilnya sub optimal dari masa ke masa tidak peduli siapa presidennya. Tapi, dalam hal apakah akan ada investasi besar-besaran itu kelihatannya yang menang adalah perhitungan bisnis bukan kalkulasi geostrategis atau geopolitik dari AS,” ujar Andrew lagi.

Baca Juga: Ketua DPR AS Sebut Rakyat Telah Bersuara dan Nyatakan Joe Biden Presiden Berikutnya

Dirinya turut memprediksikan kerja sama di sektor pertahanan dan keamanan maritim, berpeluang dilakukan oleh kedua negara pada pemerintahan baru di Amerika Serikat.

“Meskipun, memang nantinya kita bisa melihat kedepannya bahwa ada agenda-agenda baru. Misalnya, peningkatan kapasitas maritim, peningkatan kapasitas penegak hukum di laut,” pungkasnya.

Sebelumnya, sepekan menjelang Pemilu Amerika Serikat 3 November, Presiden Trump mengutus Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengunjungi negara Asia salah satunya Indonesia.

Halaman:

Editor: Egi Septiadi

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x