Delapan Pegiat KAMI Ditangkap Polisi, Anggota DPR: Ini Ujian Bagi Demokrasi

- 14 Oktober 2020, 13:05 WIB
 Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera //Instagram.com @mardanialisera

PR CIREBON –  Diketahui sebelumnya, para pegiat Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ditangkap oleh pihak kepolisian pada hari Selasa, 13 Oktober 2020 kemarin.

Menanggapi hal itu, Mardani Ali Sera, selaku Anggota Komisi III DPR RI menilai penangkapan terhadap para pegiat KAMI oleh aparat kepolisian itu merupakan ujian bagi pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Hal itu ia sampaikan kepada jurnalis di Jakarta, Rabu 14 Oktober 2020.

Baca Juga: Cegah Pilkada 2020 jadi Klaster Covid-19, KPU Kota Depok Buat Inovasi Baru di TPS

“Ini ujian bagi demokrasi. Semua penangkapan mesti didasari norma hukum yang tegas,” kata Mardani, dikutip PikiranRakyat-cirebon.com dari Antara.

Menurut Mardani, yang juga merupakan anggota Fraksi PKS itu mengatakan selama ini UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sering dijadikan dasar untuk menangkap seseorang.

Padahal, terangnya, seharusnya didudukan proporsinya sesuai dengan hak dasar kebebasan menyampaikan pendapat dan hak berserikat.

Baca Juga: Berhasil Bubarkan Demo Omnibus Law, Brimob Bernyanyi Menghibur Diri

“PKS sudah menggagas agar ada revisi dalam pasal di UU ITE, khususnya yang sering dijadikan dasar penangkapan atau proses hukum berbasis posting-an di media sosial,”tuturnya.

“Apakah peristiwa penangkapan terhadap aktivis KAMI merupakan sebuah tes terhadap organisasi tersebut atau kekuatan sipil lainnya, maka waktu yang akan menjawabnya,”katanya.

Untuk saat ini, lanjutnya, kekuatan prodemokrasi seharusnya bersatu menjaga agar iklim kebebasan berpendapat tetap terjaga.

Baca Juga: Bom Tallboy Sisa Perang Dunia II Ditemukan, Meledak di Lautan Polandia

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigjen Pol. Awi Setiyono memastikan penangkapan dan penahanan terhadap para pegiat KAMI berdasarkan bukti permulaan yang kuat.

Bukti itu berupa tangkapan layar percakapan grup aplikasi perpesanan WhatsApp, proposal hingga bukti unggahan di media sosial.

menurut keterangan Awi, salah satu bukti yang paling mencolok adalah isi percakapan grup WA KAMI yang diduga ada upaya penghasutan.

Baca Juga: DPR Baru Selesai Bikin Draf UU Cipta Kerja, 812 Halaman Dikirimkan Ke Presiden Jokowi

“Kalau rekan-rekan membaca WA-nya, ngeri. Pantas kalau di lapangan terjadi anarkis, itu mereka masyarakat yang tidak paham betul, gampang tersulut,” ujar Awi di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa 13 Oktober 2020.

Awi juga menjelaskan, dari delapan pegiat KAMI yang ditangkap di Jakarta dan Medan, tidak semuanya tergabung dalam satu grup WhatsApp.

”Enggak, bukan tergabung (dalam satu grup). Semua akan di-profiling. Kasus per kasusnya di-profiling,” tutur Awi.

Baca Juga: UU Omnibus Law Ubah Sistem Sertifikasi Halal, MUI: Ini Bisa Melanggar Syariat

Ia pun belum mau membeberkan sejak kapan percakapan yang membahas penghasutan dengan ujaran kebencian bernuansa SARA itu dimulai. Pasalnya, hal tersebut sudah masuk dalam ranah penyidikan.

Awi hanya menerangkan bahwa tindakan penghasutan oleh para pegiat KAMI ini berkaitan dengan demo penolakan UU cipta kerja yang akhirnya berujung tindakan anarkis di berbagai kota besar di Indonesia.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x