PR CIREBON - Politisi Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan menyatakan pandangan terkait adanya oknum polisi yang bertindak represif terhadap massa yang menolak UU Cipta Kerja Omnibus Law.
Apalagi selama ini, Polri sudah mendapat anggaran besar Rp104,7 triliun, tetapi justru bertindak tidak profesional dalam mengamankan demo UU Cipta Kerja Omnibus Law.
Seperti diberitakan Warta Ekonomi dengan judul "Demokrat: Polisi Gebuk dan Tendang Pendemo, Apa Bedanya dengan Preman?"
keputusan DPR dan Pemerintah mengeluarkan anggaran untuk Polri, seolah tak terjadi timbal balik, dalam hal ini menciptakana situasi aman di masyarakat.
"Jika ada aparat yang memiliki pola pikir bahwa menggebuk dan menendang adalah upaya pengamanan, lantas apa bedanya aparat dengan preman jalanan?" ungkap anggota Komisi III DPR RI pada Jumat malam, 09 Oktober 2020.
Baca Juga: Anies Baswedan Bersikap Bak Air di Daun Talas, Langgar Janji Sampaikan Aspirasi Massa UU Omnibus Law
Untuk itu, ia mengingatkan, aparat Polri haruslah berpegang teguh kepada Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Menyelenggarakan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Tepatnya, aturan tersebut wajib menjadi pedoman seluruh jajaran Polri dalam menghadapi situasi apapun, termasuk saat menangani para demonstran penolak UU Cipta Kerja.
Bahkan jika memang ditemukan provokator atau sejumlah masa yang merusak fasilitas umum, maka sebaiknya diamankan dengan standar prosedur yang ada, tanpa melanggar hak asasi manusia.
"Jangan ada pukulan, tendangan, kekerasan lainnya yang membuat mereka harus mengeluarkan darah," tegas dia, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Warta Ekonomi.