PPDB, Bubarkan Saja

- 12 Juli 2023, 23:30 WIB
Imam Wahyudi (IW), wartawan senior dan pengamat sosial & politik tinggal di Bandung./iW
Imam Wahyudi (IW), wartawan senior dan pengamat sosial & politik tinggal di Bandung./iW /

oleh : IW *)

 

JUDUL tulisan ini cukup beralasan. PPDB sebagai sebuah sistem yang tidak menjamin kepastian atas aturan itu sendiri. Kadung semrawut yang tak henti berlanjut. Pada setiap tahun ajaran baru.

Biang keroknya pemberlakuan zonasi. Jarak rumah calon siswa dengan lokasi sekolah. Cuma membuat pusing orangtua dan kepala sekolah. Pihak sekolah kerap jadi tumpahan serapah. Celakanya tanpa solusi. Banyak orangtua siswa dipaksa menyerah. Terpaksa pula memilih sekolah yang tak dikehendaki.

Berulang terdengar keluhan seperti itu. Juga tahun ajaran baru kali ini. Heboh di ruang publik. Tanpa pernyataan sebagai "darurat PPDB". Tanpa perubahan mendasar, peristiwa yang tak nyaman itu bakal berlanjut. Berulang dan berulang.

Baca Juga: Belasan Parpol di Majalengka Beramai-ramai Serahkan Perbaikan Persyaratan Bacaleg ke KPU

Soal istilah atau sebutan PPDB pun tak cukup familiar. Penerimaan Peserta Didik Baru yang lebih mengesankan program diklat (pendidikan dan latihan -pen). Padahal, ya penerimaan siswa baru. Sebutan yang sudah populer sebagai tradisi tahunan. Sebutan Penerimaan Siswa Baru (PSB) lebih pas dan membumi. Sejalan kearifan lokal. Tak mesti neko-neko dengan istilah baru yang nyatanya bertendensi "jebakan." Saatnya nilai transparan dikandung dalam sistem. Apa pun namanya, yang senantiasa memberikan harapan.

Begitulah adanya. Ganti pejabat, ganti kebijakan. Ganti istilah atau sebutan atau nomenklatur program. Apalah artinya. Dalam praktiknya tak lepas dari frasa siswa baru. Bukan peserta didik baru.

PPDB berulang memabukkan para orangtua siswa. Ya, itu tadi pemberlakuan zonasi. SD maksimal 3 km, SMP 5-7 km kilometer dan SMA-SMK antara jarak 9-10 km. Aturan atau sistem zonasi PPDB diatur Permendikbud No 14/2018. Hal yang patut dipatuhi. Tapi aturan yang justru memicu "kalang kabut", apa masih pantas diberlakukan?! Fakta menunjukan, miskin korelasi dalam implementasi. Bertolak belakang.

Halaman:

Editor: Otang Fharyana

Sumber: Tulisan Opini


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x