Sepenggal Perjalanan Umrah di Bulan Ramadhan. Seperti Berhaji Bersama Baginda

- 25 April 2022, 06:07 WIB
Ilustrasi umroh. /Pexels/Haydan As-soendawy/pikiran-rakyat.com
Ilustrasi umroh. /Pexels/Haydan As-soendawy/pikiran-rakyat.com /

Hari Rabu, 20 April 2022, rencana berumrah ini hampir saja batal. Pasalnya harga kamar untuk 10 hari di Makkah tidak masuk akal. “Rasanya sayang kalau harus membayar semahal itu. Mending untuk membantu anak-anak yatim saja. Tiket umrah bisa kita batalkan.” Ujar Pak Zul sore itu. Kami pun pasrah jika harus batal umrah. Hingga akhirnya saya ingat satu nama: Abdallah Al-Mutairi. Sahabat saya asal Jordan yang mengerti seluk beluk umrah dan haji.

Baca Juga: Fabio Quartarao Naik Podium Juarai MotoGP Portugal

Ajaib. Atas bantuan Abdallah, urusan hotel selesai dalam semalam. Bahkan kami mendapatkan hotel bintang lima yang langsung di pelataran Masjidil Haram. Harganya hanya seperempat dari yang sebelumnya ditawarkan, itupun sudah termasuk layanan VIP yang disediakan Abdallah untuk kami sejak kedatangan hingga kepulangan. Tak berpikir panjang, kesempatan teramat baik ini pun kami sambut. Rasa rindu pada tanah suci, kesempatan berumrah di bulan Ramadhan dan i’tikaf 10 hari di Masjidil Haram tak bisa kami sia-siakan. Kami yakin Allah punya rencana tersendiri untuk semua ini.

Berumrah di Tengah Puasa

Usai menyimpan koper di hotel, kami langsung turun ke Masjidil Haram. Pagi itu, Sabtu 23 April 2022, suasana masjid begitu penuh. “Kemarin, hari Jumat, saya menyelesaikan seluruh rangkaian umrah hingga 5 jam. Dari habis subuh, baru selesai jam 11 siang. Saking penuhnya.” Ujar Ustadz Adlan, muthowif kami.

Memang tahun ini umrah baru dibuka kembali setelah sebelumnya ada pembatasan karena pandemi. Antusiasme dan rasa rindu para peziarah dari seluruh dunia tumpah di Makkah pada Ramadhan tahun ini. “Suasananya sudah seperti saat haji.” Ujar Bang MHJ, sahabat kami, yang tiba dua hari lebih dulu bersama keluarganya.

Baca Juga: Lama Tak Terdengar, Ellyas Pical Mau Nikahkan Putranya

Tiba di lantai dasar Masjidil Haram, kami melihat lautan manusia sedang bertawaf mengelilingi ka’bah. Bangunan suci berbentuk kubus itu tampak begitu agung. Mengirim sinyal energi tersendiri yang langsung melelehkan air mata kami. Ternyata serindu ini kami pada ka’bah. Melihat ‘maqam Ibrahim’, ‘hijr Ismail’, tiba-tiba terbayang perjuangan dua nabi agung ini meletakkan dasar-dasar ritual ibadah haji dan umrah. Melihat ‘hajar aswad’, terbayang keagungan akhlak Nabi Muhammad saat menghentikan perseteruan para kabilah tentang peletakan batu suci itu.

Tak lama kamipun bergabung dalam lautan manusia yang bertawaf mengeliling ka’bah. Betapa agung ajaran ini, bahkan 14 abad yang lalu, Islam mengajarkan kesetaraan, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dari manapun latar belakang suku dan bangsanya, apapun warna kulit dan status sosialnya, semua berbaur dalam ritual tawaf. Menjadi manusia yang hanya menautkan hatinya pada satu tujuan, Allah saja. Allah yang Maha Agung.

Baca Juga: Sepekan, Selepas Japri. Seulas Kenangan Bersama Sahabat, Wan Abas

Halaman:

Editor: Otang Fharyana


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah