Said Didu Sampaikan Alasan di Balik Harapannya Soal Negosiasi Ulang dalam Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

- 11 Oktober 2021, 22:00 WIB
Terkiat proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Said Didu menuturkan bahwa Indonesia harus melakukan negosiasi ulang dengan Tiongkok.
Terkiat proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Said Didu menuturkan bahwa Indonesia harus melakukan negosiasi ulang dengan Tiongkok. /Tangkap Layar YouTube.com/MSD

PR CIREBON – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu mengungkapkan bahwa Indonesia harus melakukan negosiasi ulang dengan Tiongkok mengenai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Said Didu menjelaskan mengenai beberapa hal menyangkut proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Dituturkan Said Didu bahwa Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi mendapatkan tugas baru dari presiden Jokowi mengenai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan hal yang baik.

Baca Juga: Soal Aksi Bobotoh Persib, Eko Maung: Bisa Jadi Alasan Pemerintah Hentikan Liga 1

Sebelumnya, tugas menangani proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini diberikan kepada Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com di kanal YouTube MSD yang diunggah pada 9 Oktober 2021, Said Didu menjelaskan bahwa sebenarnya Luhut Binsar Pandjaitan merupakan salah satu inisiator mengenai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung pada tahun 2016 bersama dua kerabat lainnya, Riswandi dan Jonan.

Dilansir dalam laman Sekretariat Negara yang telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada tanggal 6 Oktober 2021.

Baca Juga: 13 Bromance dalam Drama Korea, Salah Satunya Gong Yoo dan Lee Dong Wook

Jabatan baru Luhut Binsar Pandjaitan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

Berawal pada tahun 2016, Tiongkok memberikan pengarahan mengenai studi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bogor ini, bahwa Indonesia membutuhkan 5.1 miliar dollar AS atau sekira Rp72,4 triliun.

Namun pada tahun 2017 membengkak mencapai angka 8.6 miliar dolar (Rp122,2 triliun), dengan porsi saham yang dipegang Indonesia sebesar 60 persen, sedangkan Tiongkok hanya 40 persen.

Baca Juga: Ridwan Kamil Ajak Erick Thohir Makan Jengkol dan Bocorkan Rahasia Menghilangkan Baunya: Resep Keluarga

Sebanyak 60 persen saham dikonsorsium Indonesia dimiliki oleh PT KAI, Jasa Marga, PTPN VII, dan Wijaya Karya.

"Persoalan di sini adalah persoalan investasi dan kalau proyek tersebut dilanjutkan, pasti rugi. Ini saya pikir dibutuhkan keahlian pak Luhut untuk melakukan ini," ucap Said Didu.

Said Didu berharap bahwa adanya Luhut Binsar Pandjaitan dapat menghadapi masalah investasi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Baca Juga: Simak! 7 Jenis Diet Terbaik untuk Pria di Setiap Usia, Salah Satunya Diet Paleo

"Semoga Pak Luhut akan ditugaskan untuk mencoba melobi kembaliTiongkok agar dia menjadi pemilik saham mayoritas," harapnya.

Said Didu pun menjelaskan mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika Luhut Binsar Pandjaitan melakukan negosiasi dengan Tiongkok.

"Hasil yang pertama Tiongkok tidak mau membeli saham dan tetap 40 persen, yang kedua, Tiongkok mau tetapi tidak memberikan dalam bentuk uang, hanya menaikkan saham dan menanggung kerugian yang ada di depan nanti. Sementara itu, yang ketiga Tiongkok tidak mau," ujar Said Didu.

Baca Juga: Update Covid-19 Indonesia 11 Oktober 2021: Dua Hari Berturut Pecahkan Rekor, Kasus Corona Baru di Angka 620

Menurut Said Didu, jika dalam proses negosiasi tersebut Luhut Binsar Pandjaitan berhasil membuat Tiongkok menjadi pemegang saham tertinggi, Indonesia akan menang dan tidak akan mengalami kebangkrutan atau kerugian yang terlalu besar.

Lain hal dengan Tiongkok, di saat mengalami kerugian, negara itu dipastikan akan meminta ganti rugi atau kompensasi.

Said Didu pun berharap Indonesia tidak akan memberikan kompensasi berupa proyek baru kepada Tiongkok.

Baca Juga: Mengenal Jenis-jenis Stressor, Reaksi, hingga Tips Mengatasi Rasa Tak Nyaman Akibat Stres

Jika terjadi kesalahpahaman, Said Didu berharap Luhut Binsar Pandjaitan dapat mempertanyakan Tiongkok mengenai kesalahan terbesar yang dilakukan oleh negara itu karena studi biaya pembangunan mengenai kereta cepat yang ditetapkan Tiongkok mengalami lonjakan yang signifikan.

Menurut Said Didu, publik perlu paham kerugian infrastruktur yang didapatkan saat proses pengerjaan mengalami keterlambatan, maka kerugian yang akan didapat Indonesia juga akan semakin tinggi.

Jika tidak melakukan perubahan dalam persentase saham mengenai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini, maka kerugian yang didapat Indonesia akan ditanggung oleh BUMN dan akan semakin besar setiap tahunnya.***

Editor: Arman Muharam

Sumber: YouTube MSD


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x