Kisruh Kudeta Myanmar, Dewan Keamanan PBB Minta Militer Kembalikan Kekuasaan Sipil dan Cabut Keadaan Darurat

- 3 Februari 2021, 13:34 WIB
Dewan Keamanan PBB adakan pertemuan darurat serukan pengembalian kekuasaan atas kudeta militer terhadap pemerintahan Myanmar.
Dewan Keamanan PBB adakan pertemuan darurat serukan pengembalian kekuasaan atas kudeta militer terhadap pemerintahan Myanmar. //Pixabay

PR CIREBON – Pada Selasa, 2 Februari 2021, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengadakan pertemuan darurat di Myanmar terkait adanya aksi kudeta terhadap pemerintahan Myanmar yang dilakukan oleh militer Myanmar.

Dewan Keamanan PBB mengatakan bahwa pihaknya tidak dapat menyetujui pernyataan tentang kudeta militer Myanmar, dengan para diplomat mengatakan negosiasi akan dilanjutkan.

"Tiongkok dan Rusia telah meminta lebih banyak waktu," kata seorang diplomat setelah pertemuan konferensi secara virtual di New York yang berlangsung lebih dari dua jam.

Baca Juga: Di Tengah Isu Tudingan Gulingkan AHY, Mahfud MD Tiba-Tiba Ucapkan Terimakasih ke Ridwan Kamil

"Sebuah pernyataan masih dalam pembahasan," kata diplomat lain, yang juga tidak disebutkan namanya, seperti dikutip Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dari Channel News Asia.

Menurut draf teks yang dilihat AFP, Dewan Keamanan PBB akan menyerukan kembalinya kekuasaan sipil menyusul kudeta tak berdarah Senin dimana pemimpin yang terpilih secara demokratis Aung San Suu Kyi dan politisi lainnya ditahan.

Teks yang dirancang oleh Inggris itu juga akan menyerukan militer Myanmar untuk segera membebaskan mereka yang ditahan secara tidak sah.

Ini juga akan menuntut agar keadaan darurat satu tahun dicabut dan agar semua pihak mematuhi norma-norma demokrasi. Namun, draf itu tidak menyebutkan sanksi.

Baca Juga: Unggah Kritikan di Instagram, Lee Jae-hong hingga Shin Tae-yong Akan Dipanggil PSSI

Untuk dapat diadopsi, diperlukan dukungan dari Tiongkok, pendukung utama Myanmar di PBB dan hak veto sebagai anggota tetap Dewan Keamanan.

Selama krisis Rohingya pada tahun 2017, Tiongkok menggagalkan inisiatif apapun di dewan untuk bertemu di Myanmar atau mengeluarkan pernyataan bersama.

Beijing bersikeras bahwa penumpasan militer brutal terhadap minoritas Muslim adalah masalah internal.

Diplomat Swiss Christine Schraner Burgener, utusan PBB untuk Myanmar, memberi pengarahan kepada 15 anggota dewan tentang perkembangan terakhir pada pertemuan Selasa.

Baca Juga: Demokrat Puji SBY dan AHY, Teddy Gusnaidi: Kalau Ganggu Pemerintah, Jadi Urusan Gue!

"Dia mendesak anggota Dewan untuk secara kolektif mengirimkan sinyal yang jelas untuk mendukung demokrasi di Myanmar," menurut juru bicara PBB Stephane Dujarric.

Inggris, yang memegang kursi kepresidenan bergilir untuk bulan Februari, telah lama merencanakan untuk mengadakan pertemuan di Myanmar minggu ini.

Sementara, Tiongkok menuntut diskusi dilakukan secara tertutup, kata para diplomat kepada AFP.

Kementerian luar negerinya pada Senin telah meminta semua pihak di Myanmar untuk menyelesaikan perbedaan.

Baca Juga: Tanggapi Teddy Gusnaidi Soal Isu Kudeta AHY, Yan A Harahap: Kuliahnya DO Ngajarin Lulusan Terbaik, Geli!

Duta Besar Inggris untuk PBB, Barbara Woodward, setelah pertemuan mengatakan kepada wartawan bahwa dia berharap Dewan akan dapat berbicara dengan satu suara.

"Diskusi akan dilanjutkan di antara rekan Dewan tentang langkah selanjutnya," tambahnya.

Amnesty International dan Human Rights Watch merilis pernyataan yang menyerukan dewan untuk mengambil sikap tegas.

"Seandainya Dewan Keamanan bertindak tegas dan tegas sejak hari pertama, kita mungkin tidak berada dalam situasi di mana nyawa dan kebebasan orang-orang di seluruh Myanmar sekarang menghadapi risiko yang lebih besar," kata Sherine Tadros dari Amnesty.

Baca Juga: Tanggapi Isu Kudeta Partai Demokrat, Rocky Gerung: Kalau Dibayangkan, Pak Moeldoko seperti Kena OTT

Dia meminta dewan untuk memberlakukan sanksi keuangan yang ditargetkan pada para pemimpin militer Myanmar dan embargo senjata global yang komprehensif di negara itu.

Louis Charbonneau, direktur Human Rights Watch PBB, juga menuntut sanksi yang ditargetkan pada para pemimpin kudeta.

Sebagai informasi, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi Aung San Suu Kyi menang telak dalam pemilihan November, tetapi militer sekarang mengklaim bahwa pemilihan itu dinodai oleh penipuan.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: Channel New Asia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah