Mengekang Kemerdekaan Pers, Maklumat Kapolri soal FPI Poin 2D Diminta Dicabut

- 2 Januari 2021, 10:31 WIB
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menunjukkan Maklumat Kapolri terkait penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI) tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI Jumat 1 Januari 2020.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menunjukkan Maklumat Kapolri terkait penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI) tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI Jumat 1 Januari 2020. /Dok Polda Bali
PR CIREBON - Terbitnya Maklumat Kapolri terkait larangan pemberitaan atau konten soal Front Pembela Islam (FPI) dianggap mengekang kemerdekaan pers.
 
Isi maklumat yang dipertanyakan adalah poin 2D, yakni melarang untuk mengakses, mengunggah, atau pun menyebar luaskan konten melalui media online.
 
Maklumat tersebut guna melindungi masyarakat, namun di sisi lain sangat bertentangan dengan kemerdekaan pers dan mengancam tugas jurnalis.
 
 
"Masyarakat diminta agar tidak mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait FPI, baik melalui situs internet maupun media sosial," ujar Idham Azis, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara.
 
Maklumat itu juga menyebut, jika ditemukan perbuatan yang menyimpang, maka pihak kepolisian akan menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan.
 
Menanggapi hal tersebut mengancam tugas jurnalis dan merenggut kebebasan Pers, maka Komunitas Pers ingin kepolisian untuk mencabut satu pasal dari maklumat tersebut.
 
 
Komunitas Pers yang tergabung dari Aliansi Jurnalis Independen, Persatuan Wartawan Indonesia, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Pewarta Foto Indonesia, Forum Pemimpin Redaksi dan Asosiasi Media Siber Indonesia ingin pasal 2d pada maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021 di cabut.
 
"Maklumat itu mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI.
 
"Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," kata Komunitas Pers.
 
 
Permintaan pencabutan maklumat tersebut diwakili oleh Ketua Umum AJI Abdul Manan, Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari, Ketua Umum IJTI Hendriana Yadi.
 
Lalu, Sekjen PFI Hendra Eka, Ketua Forum Pemred Kemal E Gani, dan Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut di Jakarta pada Jumat, 1 Januari 2020.
 
Karena pada pasal 2D, terdapat maklumat dengan isi pelarangan untuk tidak mencari dan menyebarluaskan informasi tentang FPI kepada publik melalui segala macam media online.
 
 
Termasuk larangan penyiaran dan hal tersebut sangat bertolak belakang pada UU Pers serta mengancam tugas utama para jurnalis dan media
 
Karena pada pasal 4 ayat (3) mengenai undang-undang Pers disebabkan 'Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi'
 
Maklumat tersebut juga dinilai bertentangan dengan kebebasan warga Negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi publik sesuai dengan pasal 28F pada UUD 45.
 
 
Oleh karena itu, Komunitas Pers ingin Kapolri Idham Azis dapat mempertimbangkan pasal 2d yang ada pada Maklumat polri tersebut.
 
Sebab, kegiatan FPI dilarang berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara RI dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Nomor: 220- 4780 Tahun 2020; M.HH 14.HH.05.05 Tahun 2020; 690 Tahun 2020; 264 Tahun 2020; KB/3/XII/2020; 320 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x