Soal Sengketa Lahan PTPN dengan FPI, Pengamat dan Mahfud MD Sarankan Selesaikan Secara Hukum

- 29 Desember 2020, 12:22 WIB
Lokasi Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariat di Gunung Mas, Megamendung, yang jadi perkara dengan PTPN VIII.
Lokasi Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariat di Gunung Mas, Megamendung, yang jadi perkara dengan PTPN VIII. /Tangkapan Layar/Google Maps

PR CIREBON – Pengamat Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanagara, Jakarta, Ahmad Redi mengatakan sebaiknya sengketa lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dengan Rizieq Shihab diselesaikan secara hukum.

"Penyelesaian sengketa hak atas tanah sebaiknya diselesaikan ke pengadilan untuk memastikan siapa yang secara hukum memiliki hak atas tanah tersebut," kata Ahmad Redi di Jakarta pada Selasa, 29 Desember 2020.

Lahan yang disengketakan tersebut memiliki luas 30,91 hektare di Desa Kuta, Megamendung, Bogor, Jawa Barat.

Baca Juga: KPK Ulang Tahun ke-17, Febri Diansyah: Banyak Harapan Agar KPK Hidup Kembali

Lahan itu dibangun menjadi Markaz Syariah FPI.

Menurut Ahmad Redi, jalur hukum harus ditempuh untuk menyelesaikan sengketa.

"Jalur hukum mesti ditempuh karena klaim dua pihak ini mesti diuji atau dinilai kepastian hukumnya oleh pengadilan," katanya, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News.

Baca Juga: Sebut Pertahanan AS di Bawah Pengaruh Trump, Biden Ungkap Sulit Dapat Informasi pada Tim Transisi

Dia menjelaskan dalam hukum agraria, siapa yang memiliki bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah adalah yang berhak atas tanah tersebut.

"Silakan bukti-bukti berupa surat tanah misal sertifikat HGU, hak milik, dokumen tertulis lainnya, termasuk saksi-saksi dihadirkan di persidangan pengadilan negeri," ucapnya.

Sementara itu, Pakar Hukum dari Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad menilai mekanisme hukum dapat ditempuh jika upaya mediasi tidak mencapai titik temu.

Baca Juga: Digitalisasi Distribusi Vaksin Covid-19, Gunakan QR Code hingga Sistem Penomoran KTP

Dia menyarankan melakukan mediasi terlebih dahulu dengan profesional dan proporsional agar tidak menimbulkan kontroversi.

"Masing-masing pihak dapat menggunakan dokumen surat-surat dan saksi-saksi yang menunjukkan bahwa memiliki hak atas tanah tersebut. Bukti tersebut dapat dijadikan dasar untuk menilai pihak yang paling berhak atas tanah tersebut," ujarnya.

Menko Politik, Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD juga ikut mengeluarkan pendapatnya mengenai masalah sengketa tanah tersebut.

Baca Juga: Kemendikbud Beri 2 Alternatif Pembelajaran Semester Genap TA 2020-2021, Berikut Informasinya

Dipantau PikiranRakyat-Cirebon.com dari akun Twitter resminya Mahfud MD, ia menulis cuitan bahwa masalah hukum mengenai sengketa itu harus diselesaikan terlebih dahulu.

“Saya mengatakan bahwa masalah hukumnya harus diselesaikan dulu, apakah tanah milik negara atau bukan. Selesaikan dulu hukum kepemilikannya dengan Kementerian Agraria-TR dan BUMN. Jika sudah jelas negara sebagai pemilik, maka kita bisa usul untuk dijadikan Ponpes bersama,” tulisnya.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: Twitter ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x