Pilkada 2020 Diprotes Internasional, Ini Bentuk Pelanggaran HAM yang Sistematis dan Meluas

- 10 Desember 2020, 08:00 WIB
Ilustrasi pilkada 2020
Ilustrasi pilkada 2020 /Pixabay/Tumisu

PR CIREBON - Pilkada serentak 2020 kali ini yang diselenggarakan pada Rabu, 9 Desember 2020 telah melahirkan sebuah rekor yang sebelumnya belum pernah terjadi.

Namun pada saat pemilihan yang terjadi di Indonesia sebenarnya sangat menghaturkan,  khawatir jika pandemi akan membahayakan terlalu banyak pemilih, bahkan dengan tindakan yang dirancang untuk melindungi melalui sebuah protokol kesehatan.

Para pemilih harus mengenakan masker dan sarung tangan sekali pakai untuk memberikan suara mereka, mengikuti pemungutan suara secara terhuyung-huyung, dan menjaga jarak fisik di TPS.

Baca Juga: Setelah Insiden Penembakan Laskar FPI, Rocky Gerung Dihubungi Oleh Banyak LSM, Ada Apa?

Tidak hanya itu saja bahkan akan didesinfeksi secara berkala. Mereka yang suhu tubuhnya di atas 37,3 derajat Celcius (99,14F) juga harus pergi ke bilik terpisah agar tidak berinteraksi dengan pemilih lain.

“Sikap abai pemerintah dengan terus menggelar pilkada serentak terbukti membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup peserta dan panitia pemilu, serta masyarakat,” koalisi warga LaporCovid-19 yang menggarap proyek data science tentang pandemi di Indonesia, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Al Jazeera.

Pemerintah harus mengetahui dan mewaspadai risiko yang terjadi. Ini adalah bentuk pelanggaran HAM yang sistematis dan meluas.

Baca Juga: Negara Kaya Banyak Beli Vaksin Covid-19, Amnesty Internasional: Ambil Dosis Miliaran Orang Miskin

Budiatri dari LIPI mengatakan, ada kelompok pemilih yang memutuskan abstain karena menentang pemungutan suara saat pandemi.

“Mereka kecewa Pilkada masih didorong untuk digelar saat pandemi, meski ada risiko pemaksaan ini akan menambah jumlah kasus Covid-19. Sebagai bentuk protes, mereka menolak datang ke TPS.” ujarnya.

Presiden Widodo mengatakan pemilu harus terus berjalan karena masyarakat memiliki hak untuk memilih pemimpinnya dan penundaan lebih lanjut akan menciptakan kekosongan kekuasaan.

Baca Juga: Dinasti Politik Jokowi dalam Pilkada 2020 Disorot Peneliti Asing: Nepotisme Jadi Normal di Indonesia

Masdalina Pane, kepala pengembangan profesional di Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, asosiasi profesional ahli epidemiologi Indonesia, mengatakan TPS di seluruh negeri tidak akan penuh sesak karena negara ini berada di bulan kesepuluh wabah dan masyarakat Indonesia sangat memahami protokol kesehatan.

“Untuk TPS tidak menjadi masalah karena biasanya dibangun di tingkat kelurahan. Orangnya sedikit, jamnya juga agak lama… dan bisa diatur, ”ujarnya.

Indonesia bukan negara pertama di kawasan yang menggelar pemilu saat pandemi. Korea Selatan mengadakan pemilihan pada bulan April dengan protokol keamanan yang ketat dan tidak ada indikasi lonjakan kasus berikutnya.

Baca Juga: Ada Pemilih Pakai Hak Pilih Orang Lain, 43 TPS Berpotensi Gelar Pemungutan Suara Ulang Pilkada 2020

Singapura pergi ke tempat pemungutan suara pada bulan Juli juga dengan langkah-langkah ketat termasuk pemungutan suara yang bertahap tanpa lonjakan kasus pasca pemungutan suara.

Negara tetangga Malaysia melakukannya dengan kurang baik. Pemilu di negara bagian Sabah di Kalimantan pada bulan September menyemai gelombang ketiga Covid-19 di seluruh negeri.

Ornella Agatha, seorang mahasiswa berusia 21 tahun yang akan memilih di provinsi Kepulauan Bangka Belitung di bagian barat negara itu, menyadari risiko dari virus tersebut, tetapi yakin dia akan baik-baik saja selama dia mengikuti protokol kesehatan dalam pemungutan suara. hari.

“Saya sebenarnya menggunakan hak pilih saya karena sayang jika kami memiliki hak pilih, kami malah memilih untuk abstain,” ucap kepada Al Jazeera.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x