Gubernur Anies Baswedan Berlibur Sambil Baca Buku, Netizen: Judul Bukunya Kode Kerass!

- 23 November 2020, 08:04 WIB
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. /Instagram/@aniesbasedan


PR CIREBON - Terlihat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengisi waktu liburnya, di minggu pagi, dengan  membaca buku.

Hal tersebut terlihat dari sebuah unggahan pada akun Twitter Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

“Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi,” tulis Anies di akun Instagram Anies Baswedan, minggu, 22 November 2020. dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari akun Twitter @Aniesbaswedan.

Baca Juga: Terbukti Acara Rizieq Syihab Jadi Klaster Baru, Kemenkes Catat Kasus Positif Baru Mulai Bermunculan

Terlihat pada sebuah unggahan foto Anies bahwa Anies Baswedan mengunggah foto sedang membaca buku berjudul “How Democracies Die”.

Sebuah buku yang mana menceritakan tentang matinya sebuah demokrasi yang disebabkan oleh kudeta yang ada.

Dari unggahan tersebutpun membuat sala satu netizen mengomentari foto tersebut dengan menyerukan bahwa hal tersebut adalah sebuah kode keras untuk Pemerintahan yang ada.

Baca Juga: Terbukti Kerumunan Habib Rizieq Membuat Klaster Baru, Kapolsek Metro Tanah Abang Positif Covid-19

“Judul bukunya kode kerass!,” kata salah satu netizen mengomentari foto Anies tersebut.

Sedikit informasi untuk sebuah buku berbahasa Inggris tersebut merupakan karya dua pengamat profesor Ilmu Politik Harvard University, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, yang diterbitkan pada 2018 lalu.

Buku dengan tebal 320 halaman itu secara garis besar menggambarkan bagaimana pemimpin terpilih memiliki sumber daya serta akses mengubah proses demokrasi untuk memperkuat cengkraman kekuasannya secara perlahan.

Baca Juga: Imbas Acara Rizieq Diduga Terpapar Virus Corona, Polri: Rizieq Shihab akan Jalani Tes Usap Mandiri

Namun sebuah Demokrasi bisa mati karena kudeta atau mati pelan-pelan.

Kematian itu bisa tak disadari ketika terjadi selangkah demi selangkah, dengan terpilihnya pemimpin otoriter, disalahgunakannya kekuasaan pemerintah, dan penindasan total atas oposisi.

Ketiga langkah itu sedang terjadi di seluruh dunia dan kita semua mesti mengerti bagaimana cara menghentikannya.

Baca Juga: Sempat Viral, Ini Klarifikasi TNI Soal Sosok Penumpang Baju Kotak-kotak, yang Menaiki Panser Anoa

Dalam buku ini, dua profesor Harvard Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt menyampaikan pelajaran penuh wawasan dari sejarah untuk menerangkan kerusakan rezim selama abad ke-20 dan ke-21.

Mereka menunjukkan bahayanya pemimpin otoriter ketika menghadapi krisis besar.
 
Berdasarkan riset bertahun-tahun, keduanya menyajikan pemahaman mendalam mengenai mengapa dan bagaimana demokrasi mati.

Baca Juga: Gelar Imam Besar Ada Sejak Dulu, Buya Yahya: Tidak Boleh Mengagungkan Seraya Merendahkan Guru Lain

Suatu analisis pemicu kewaspadaan mengenai bagaimana demokrasi didesak dan pedoman untuk memelihara dan memperbaiki demokrasi yang terancam, bagi pemerintah, partai politik, dan individu.
 
Sejarah tak berulang. Namun kita bisa melindungi demokrasi kita dengan belajar dari sejarah, sebelum terlambat

Levitsky dan Ziblatt juga memaparkan bagaimana berbagai cabang pemerintahan dalam suatu sistem dengan pemisahan kekuasan yang mendapat legitimasi untuk melemahkan kelompok lain atau oposisi.

Baca Juga: Ada Sekenario Ingin Adu Domba TNI dengan FPI, Wakil Ketua MPR: Musuh Nyata TNI itu OPM Bukan FPI

Dalam menyusun buku tersebut, penulis meneliti dinamika politik dalam negeri Amerika Serikat, Pilpres AS 2016 serta semasa pemerintahan Donald Trump.

Trump sendiri adalah salah satu presiden paling kontroversial dalam sejarah Amerika, baik kebijakan dalam negeri maupun luar negeri.***

 

Editor: Egi Septiadi

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x