Indonesia Serang Balik Vanuatu Soal Pelanggaran HAM Papua Barat, Sylvany: Anda Bukan Representasi

28 September 2020, 09:05 WIB
Vanuatu (lingkaran merah) /google maps

PR CIREBON - Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman menuduh Indonesia melakukan pelanggaran HAM Papua Barat dalam sesi Debat Umum di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-75, sehingga membuat Indonesia berang seketika.

"Pelanggaran HAM di sekitar kita telah terjadi secara meluas dan sepertinya dunia mengambil langkah selektif dalam penanganan pelanggaran ini di wilayah kita. Warga di Papua Barat terus menderita atas kekerasan HAM yang terjadi," ungkap Loughman dalam rekaman pidato pada Sabtu, 26 September 2020.

Bahkan, Loughman pun menyebut dalam Forum Kepulauan Pasifik tahun lalu, para anggota mendesak Indonesia untuk memberikan izin kepada komisioner HAM PBB masuk ke wilayah Papua Barat.

Baca Juga: Siapa Sangka Bukan Uang Biasa, Pecahan Rp75 Ribu Diam-diam Heboh Bisa Nyanyi Lagu Nasional

"Karena itu saya meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan apa yang diminta dalam pertemuan Para Pemimpin Pasifik sebelumnya," imbuhnya.

Namun dengan sigap, di hari yang sama Indonesia melalui diplomat Perutusan Tetap RI (PTRI) New York, Sylvany Austin melancarkan serangan balik atas pernyataan Perdana Menteri Loughman itu.

Dengan gigih, Sylvany seakan menampar Vanuatu dengan malah mempertanyakan kembali atas posisi Vanuatu yang mengkritik integritas Pemerintah Indonesia.

"Sungguh memalukan bahwa negara tunggal ini terus memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak atau memerintah dirinya sendiri.Terus terang, saya bingung bagaimana mungkin suatu negara mencoba untuk mengajar orang lain, tetapi tidak memahami inti dari prinsip-prinsip dasar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa," ungkap Sylvani penuh cibiran.

Baca Juga: Anak Buah Menkes Terawan Sebut Semua Orang Bisa Terpapar Covid-19, Faktor Komorbid Harus Ditekan ?

Dihadapan para anggota PBB lainnya, diplomat perempuan Indonesia itu kembali mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo pada pidato SMU PBB ke-75, terkait pentingnya menghormati kedaulatan negara lain.

"Presiden Indonesia menyatakan beberapa hari yang lalu di Balai Besar PBB ini dan saya kutip "Kita harus mengedepankan pendekatan win-win yang akan menjadi hiasan di antara negara adalah keuntungan yang sama. Memang seruan seperti itu digaungkan oleh para pemimpin dunia sepanjang minggu yang penting ini. Tetapi negara cuek ini memilih yang sebaliknya," tegas Sylvani, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI.

Lebih lanjut, Sylvani menilai Vanuatu tidak memahami prinsip-prinsip Piagam PBB yang secara jelas menetapkan penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah.

Baca Juga: 123 Dokter Gugur Lawan Covid-19, Muhadjir Effendy Resah sampai Cari Cara Tarik Rem

Artinya, sangat penting bagi Indonesia untuk melakukan pembelaan terhadap segala bentuk advokasi separatisme yang disampaikan dengan kedok kepedulian hak asasi manusia yang direkayasa tersebut.

"Provinsi Papua dan Papua Barat adalah wilayah Indonesia yang tidak dapat ditarik kembali sejak 1945. Hal itu juga telah didukung dengan tegas oleh PBB dan Komunitas Internasional beberapa dekade yang lalu. Ini final. Tidak dapat diubah dan permanen," papar Sylvany.

Oleh sebab itu, prinsip-prinsip itu sudah jelas meminta Vanuatu berhenti seolah-seolah menjadi representasi rakyat Papua.

"Biar saya beritahu mereka, Anda bukan representasi dari orang Papua dan berhentilah berfantasi menjadi representasi itu. Sejak dulu, kami semua berperan penting dalam pembangunan Indonesia termasuk di Pulau Papua," tegas Sylvany.

Baca Juga: Lama Tertunda, Sekuel Film Avatar Besutan James Cameron Siap Rilis pada Akhir 2022

Bahkan, Indonesia mencatat bahwa Vanuatu pun belum menandatangani Konvensi Internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial dan perjanjian internasional lainnya, yang justru telah ditandatangani dan didukung penuh oleh Indonesia.

"Dan, bagaimana orang bisa berbicara tentang mempromosikan hak-hak masyarakat adat? Ketika negara itu bahkan tidak menandatangani Perjanjian Internasional tentang hak-hak ekonomi dan sosial budaya. Instrumen inti hak asasi manusia hal ini justru menimbulkan pertanyaan, apakah mereka benar-benar peduli dengan kepedulian masyarakat adat?. Kami menyerukan kepada pemerintah pada satu bagian dari satu atau dua, untuk memenuhi tanggung jawab hak asasi manusia Anda kepada rakyat Anda dan kepada dunia," pungkasnya.

Sebagai informasi, Vanuatu telah memanfaatkan Sidang Majelis Umum PBB kedua kalinya untuk mengkritik Pemerintah Indonesia atas tindakan yang disebut telah melanggar HAM warga Papua Barat.

Tepatnya, Vanuatu juga melakukan hal serupa dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-74 tahun lalu.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler