Netizen Berpolemik Soal DN Aidit Keturunan Habib, Nabiel: Bedakan Marga Al-Aidid dengannya

26 September 2020, 17:59 WIB
DN Aidit, Twitter/@HastaPrimaAM /

PR CIREBON - Belum lama ini, tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) DN Aidit menjadi polemik netizen dalam media sosial Twitter, tepatnya mereka mempermasalahkan seputar garis keturunan Aidit yang disebut-sebut keturunan habib.

Maka jelas saja, Dewan Syura Majelis Rasulullah, Habib Nabiel Al-Musawa ikut angkat bicara mengklarifikasi masalah tersebut.

Dengan gamblang, ia meminta masyarakat bisa membedakan marga Al-Aidid dengan DN Aidit yang bukan keturunan habib.

"Bedakan marga Al-Aidid (Habaib) dg DN Aidit, sb DN Aidit bukanlah Habaib, sudah dibantah panjang lebar dan dijelaskan secara rinci nasabnya oleh Rabithah Alawiyyah Pusat Indonesia tentang hal ini, afwaan anakku semoga jelas," jelas Habib Nabiel dalam cuitan di akun Twitternya @nabiel_almusawa, guna menjawab pertanyaan salah seorang netizen pada Jumat, 15 September 2020.

Baca Juga: Di Tengah Kicauan Gatot Nurmantyo, Film G30S/PKI Tetap Tayang di SCTV Besok 27 September 2020

Senada dengan itu, Ketua Umum Rabithah Alawiyah, Zen Umar Smith juga menyebut jika DN Aidit bukanlah anak cucu Alawiyyin. Hal itu perlu ditegaskan, karena menyangkut marga Aidid dan salah satu dalang pemberontakan G30S PKI.

Bahkan, nama baik Marga Al-Aidid yang tersohor dan diabadikan dalam kamus-kamus ensiklopedia, sudah tercoreng oleh gembong PKI, DN Aidit tersebut

Lebih dari itu, Habib Zen menyatakan bisa berdampak pada nama baik Sayyidina Husain RA sebagai anak cucu Nabi Muhammad SAW.

"D.N Aidit bukanlah anak cucu Alawiyyin, karena silsilah nasabnya tidak ditemukan dalam kitab pegangan yang dijadikan pedoman lembaga nasab yang ada di Indonesia," tegasnya dalam keterangan resmi, belum lama ini.

Baca Juga: Pilkada 2020 Bikin Sedih, Dokter dan Perawat: Tujuh Bulan Urus Covid-19, Beban Kami Malah Ditambah

Adapun fatwa dari para sesepuh Alawiyyin, nasab itu dimulai saat hijrah pedagang Arab dari marga Al-Aidid ke Kota Pelembang, sebagaimana dikuatkan sumber-sumber dari media cetak yang terbit dalam kurun waktu 1960.

"Pedagang itu menikah dengan seorang janda penduduk setempat yang telah mempunyai seorang anak bernama Nuh," jelasnya, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI.

Alkisah, Nuh yang merupakan anak angkat dari saudagar Arab tersebut dan menganggap dirinya sebagai keturunan marga Al-Aidid, tetapi adanya cara penulisan Aidid dari waktu ke waktu, membuat nama Aidid dia sebut berubah menjadi Aidit oleh bahasa setempat.

"Jelasnya huruf D pada akhir kata Aidid diganti dengan huruf T, sehingga namanya menjadi Nuh Aidit. Setelah Nuh Aidit dewasa dia menikah, dan dari pernikahannya lahirlah seorang anak laki-laki yang bernama ‘Jakfar’," tambah dia.

Baca Juga: Diamanatkan Pimpin Demokrat Jatim, Emil Dardak Optimis Utamakan Tugas Wagub

Hingga akhirnya, setelah Nuh dan istrinya meninggal dunia, Jakfar bin Nuh dibawa ke Jakarta dan diasuh keluarga pamannya (adik ibu). Jauh setelah itu, tepatnya ketika Jakfar bin Nuh dewasa, dia terpengaruh ajaran-ajaran komunis, sehingga menjadikannya bagian dari anggota Partai Komunis Indonesia.

“Selanjutnya dia mengganti namanya dengan Dipa Nusantara Aidit yang kelak merupakan Gembong Komunis di Indonesia," pungkas Habib Zen.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler