Sikapi Aksi Kudeta Militer di Myanmar, Sukamta: Negara Itu Perlu Belajar Proses Demokratisasi dari Indonesia

3 Februari 2021, 10:54 WIB
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Sukamta mengomentari perihal kudeta dan situasi politik di Myanmar.* /Fraksi PKS

PR CIREBON - Pada Senin 1 Februari 2021, dilaporkan bahwa Militer Myanmar telah berhasil merebut kekuasaan dalam aksi kudeta melawan pemerintahan yang dipimpin pemenang Nobel Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis.

Atas aksi kudeta tersebut, Aung San Suu Kyi dilaporkan ditahan bersama dengan para pemimpin Myanmar lainnya dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dalam penggerebekan dini hari.

Militer mengatakan bahwa penangkapan dan penahanan terhadap Aung San Suu Kyi sebagai tanggapan atas "kecurangan pemilu" Myanmar yang terjadi pada November lalu.

Baca Juga: Kematian Akibat Covid-19 di Pekanbaru Terus Bertambah, Lahan Pemakanan Semakin Menipis

Menanggapi kisruh panas politik di Myanmar, anggota DPR RI dari Fraksi PKS Sukamta memberikan pernyataan atas sikap PKS terhadap peristiwa kudeta tersebut.

Sukamta cukup prihatin atas peristiwa tersebut dan memberikan apresiasi atas sikap tanggap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI yang menyatakan imbauan kepada Myanmar agar masing-masing pihak menahan diri dan menyelesaikan semuanya dengan jalan yang terbaik.

“Kami juga mendorong agar pihak yang berkaitan dapat memperhatikan keselamatan semua warga negara di sana, terlebih kepada minoritas seperti etnis Rohingya,” tutur Sukamta, Selasa, dikutip Cirebon.Pikiran-Rakya.com dari Fraksi PKS.

Baca Juga: Update Program Vaksinasi, Satgas Penanganan Covid-19: Sudah Menyasar Sepertiga dari Total Target Nakes

“Saya kira ini bukan imbauan yang basa-basi atau omong doang, tapi pernyataan harapan agar tercipta demokratisasi di manapun di Asia Tenggara, khususnya di Myanmar” sambungnya.

Ketua DPP FPKS BPPLN tersebut juga menyatakan bahwa pemerintah Myanmar dapat belajar mengenai proses demokratisasi dari Indonesia.

“Karena Indonesia sudah pernah mengalami masa-masa tidak enak dalam konteks hubungan sipil-militer dan kita sudah berhasil melalui masa-masa itu. Myanmar perlu belajar dari proses demokratisasi ini dari Indonesia.” ujarnya.

Baca Juga: Sebut Bung Karno Sangat NU, Gus Miftah: Kalau PDIP Banyak Orang NU Ya Lumrah-lumrah Saja

Anggota Komisi I DPR RI ini juga menambahkan bahwa pemerintah RI harus memiliki solusi jangka pendek dan jangka panjang.

“Dalam jangka pendek, pemerintah RI harus memiliki langkah-langkah taktis untuk menjamin keselamatan WNI di Myanmar. Pemerintah harus punya kajian eskalasi konflik di sana,” ucapnya.

“Jika sudah bisa diprediksi apakah eskalasi konflik makin mengkhawatirkan, perlu dipikirkan solusi untuk memulangkan WNI ke tanah air,” lanjutnya.

Baca Juga: Diguyur Hujan Lebat, Beberapa Wilayah di Kabupaten Magelang Juga Alami Fenomena Alam Hujan Es

Sementara, pada jangka panjang, Sukamta berharap ASEAN dapat memperkuat fungsi dan kewenangannya agar krisis-krisis politik dan HAM yang terjadi di negara ASEAN dapat ditindaklanjuti oleh ASEAN dengan mengirim pasukan perdamaian.

Sebab, warga sipil yang rawan menjadi korban jika terdapat perang di dalam negeri, meskipun telah adanya hukum humaniter.

Sebagai informasi, Aung San Suu Kyi yang berusia 75 tahun sejauh ini adalah politisi paling dominan di negara itu.

Baca Juga: Atasi Masalah ‘Kohe’, Pemkab Kuningan Dorong Perusahaan Patungan Bangun Pabrik Pupuk Organik

Ia menjadi pemimpin de facto negara itu setelah memimpin perjuangan tanpa kekerasan selama puluhan tahun melawan kekuasaan militer.

Partainya merebut 396 dari 476 kursi di gabungan majelis rendah dan atas parlemen dalam pemilihan November tahun lalu.

Pihak militer, yang dikenal sebagai Tatmadaw, menuduh adanya kecurangan suara besar-besaran dalam pemilu, meski gagal memberikan bukti. ***

Editor: Asri Sulistyowati

Sumber: Fraksi PKS

Tags

Terkini

Terpopuler