Cegah Anak jadi Korban Bullying, Psikolog Minta Orang Tua Harus Rutin Ajak Komunikasi Anak dan Pihak Sekolah 

- 1 Maret 2020, 10:22 WIB
Psikolog Rumah Sakit Ibu dan Anak Cahaya Bunda Cirebon, Ade Herlina S Dhewantra.*
Psikolog Rumah Sakit Ibu dan Anak Cahaya Bunda Cirebon, Ade Herlina S Dhewantra.* /PR/EGI SEPTIADI
 
PIKIRAN RAKYAT - Kasus bullying atau penindasan akhir-akhir ini banyak terjadi di dunia pendidikan di Indonesia. Kondisi tersebut membuat prihatin sejumlah pihak, karena perbuatan bullying sendiri merusak tumbuh kembang anak secara maksimal.
 
Menurut Psikolog Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Cahaya Bunda Cirebon, Ade Herlina S Dhewantra kepada PikiranRakyat-Cirebon.com mengatakan, ciri-ciri anak yang menjadi korban bullying, biasanya mendadak murung dan terlihat sedih. 
 
 
"Ketika melihat kondisi itu orang tua harus bisa mengajak anak komunikasi, pancing agar si anak bisa bercerita apa yang dialaminya kepada orang tuanya," kata Ade usai menjadi pemateri dalam Seminar Kesehatan Awam bagi orang tua di salah satu hotel di Kota Cirebon, Sabtu 29 Februari 2020.
 
Ade menjelaskan, ketika tidak bisa menjalani komunikasi dengan anak, orang tua bisa menanyakannya kepada pihak sekolah, seperti ke guru bimbingan konselling atau guru BK, tentang perubahan sifat anaknya tersebut.
 
 
"Disini saya menekankan bahwa komunikasi intens harus dilakukan, karena ketika itu dilakukan oleh orang tua, si anak akan bisa dengan mudah menceritakan kepada orang tuanya, apa yang tengah dialaminya baik di sekolah maupun di lingkungan tempatnya bermain," tambah Ade.
 
Bullying sendiri tidak dapat di cegah atau diawasi oleh guru di sekolah saja Di lingkungan sekolah misalnya, anak tersebut bisa saja di bullying oleh temannya saat pulang sekolah.
 
"Karena anak di usia sekolah melakukan bullying, biasanya juga untuk tujuan bercanda, namun perlakuan itu kerap menjadikan anak yang menjadi korban justru bersedih," tambah Ade.
 
 
Dampak dari korban bullying ini bilamana tidak diatasi, maka anak akan berdampak pada mas depan anak.
 
Anak akan mudah merenung, menangis, karena merasa tidak ada teman yang baik kepadanya, ketika masih duduk di bangku SD, ke jenjang SMP hingga SMA bisa saja perkembangannya akan terhambat.
 
"Si anak tidak menunjukkan jati dirinya sebagai anak SMP maupun SMA pada umumnya. Ini perlu diantisipasi oleh kedua orang tua agar tidak berdampak parah bagi anak ketika menjadi korban bullying," pungkas Ade.***

Editor: Tyas Siti Gantina


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x