ISU pangan --khususnya padi -- adalah salah satu aspek yang selalu jadi jualan para kandidat calon presiden di setiap pemilu. Tidak terkecuali pada musim pemilihan presiden (Pilpres) saat ini. Ada yang membungkusna dengan kritikan pada kebijakan pemerintah yang tengah berjalan dan ada yang bertekat meneruskan kebijakan sambil memperbaiki kekurangannya. Intinya semua concern terhadap peningkatan pangan, sekaligus memperbaiki nasib para petaninya.
Siapapun yang memiliki kepedulian terhadap kondisi pangan dan petani di negeri ini haruslah kita sambut baik. Misalnya, terhadap para calon pemimpin negeri ini tanpa melihat nomor urut manapun. Akan tetapi sudah berganti 6 kali presiden, persoalan pangan hampir tidak pernah stabil. Pangan dan para petani tak ubahnya sampan yang tengah dimainkan ombak. Ada kalanya di atas, satu saat turun ke bawah bahkan harus terbalik hingga harus bersusah payah mengembalikan pada posisinya agar bisa survive.
Contoh kasus
Ada contoh kasus problematika pertanian sawah ini adalah Kabupaten Karawang. Menurut catatan sejarah, sejak zaman kolonial, daerah ini sudah dijadikan lumbung padi. Saking seriusnya penjajah membangun pertanian, bukan hanya bendungan untuk pengairan yang dibuat, akan tetapi untuk sarana angkutan komoditas pertanian pun pemerintah Belanda tidak tanggung-tanggung membuat jalur kereta api khusus, termasuk kereta apinya yang khusus pula.
Baca Juga: Uang Koin Rp 1.000 Kelapa Sawit dan Rp 500 Melati Sudah Tidak Berlaku
Namun memasuki era industri saat ini apakah benar Karawang masih bisa membanggakan pertanian sawahnya? Rasanya pertanyaan ini harus kita dengungkan terus menerus, sekurang-kurangnya untuk mengingatkan pada kondisi yang sesungguhnya. Fakta riil di lapangan, rupanya bentangan sawah saat ini mulai terganggu. Pemerintah dengan berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah dibuat, di daerah tertentu sawah jadi legal untuk beralihfungsi, apakah untuk industri, pemukiman, atau sarana pengembangan kota.
Apabila saat ini Karawang sudah menjelma sebagai daerah pertanian dan industri, memang itulah faktanya. Setiap hari kita masih bisa menyaksikan aktivitas di sawah yang berdampingan dengan deru mesin di pabrik-pabrik yang lahannya bekas sawah poduktif. Alat berat menggerus meratakan lahan-lahan sawah. Di sana pekerja kontruksi sibuk mendirikan tower (apartemen, hotel, supermarket, dll).
Satu hal yang membuat kita khawatir dan ini menjadi fenomena di mana-mana, adalah pertanian kehilangan pendukungnya, yakni buruh tani. Sebagaimana dikeluhkan para petani pemilik sawah di daerah lumbung padi, bahwa generasi mudanya kini lebih senang menjadi buruh pabrik ketimbang menjadi burun tani. Karenanya buruh tani kini sulit dicari, sehingga mengganggu musim tanam yang terpaksa molor.
Baca Juga: Prakiraan Cuaca Ciayumajakuning Hari Ini Sabtu 2Desember 2023. Potensi Hujan Rngan dan Berawan