Masa Keemasan PerKembangan Islam di Kesultanan Cirebon, Ini Perbedaan Sunan Gunung Jati dan Walisongo Lainnya

14 Juli 2022, 22:41 WIB
Masa Keemasan PerKembangan Islam di Kesultanan Cirebon, Ini Perbedaan Sunan Gunung Jati dan Wali Songo Lainnya/foto ilustrasi/lazada /

SABACIREBON- Era keemasan (Golden Age) perkembangan Islam di Cirebon, yaitu masa kepemimpinan Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati antara tahun 1479-1568.

Sebelum era Syarif Hidayatullah, Cirebon sebelumnya dipimpin Pangeran Cakrabuana antara tahun 1447-1479. Pada masa ini merupakan rintisan pemerintahan yang berdasarkan asas Islam.

Sedangkan setelah era kepemimpinsn Syarif Hidayatullah berakhir, ke sininya pengaruh para penguasa Cirebon masih berlindung di balik kebesaran nama Syarif Hidayatullah.

Baca Juga: Cameron Young (AS) Pimpin Sementara The Open ke-150. Tiger Woods Sulit Hadapi Tantangan.

Betapa tidak, salah satu di antara banyak kontribusi Syarif Hidayatullah adalah bahwa ia kala itu menjadi salah seorang dewan Walisongo di Pulau Jawa.

Seperti diketahui, Syarif Hidayatullah mendapatkan tugas untuk berdakwah di Cirebon (Jawa Barat), Banten, dan juga di Sunda Kelapa (Jakarta).

Tugas itu dirumuskan sebagai berikut:

“Kanjeng Susuhunan ing Gunung Jati ing Cirebon, amewahi donga hakaliyan mantra, utawi parasat miwah jajampi utawi amewahi dadamelipun tiyang babad wana”.

Baca Juga: Melalui FGD Kemenperin Serap Aspirasi Untuk Kaji Efektivitas Pengenaan BMTP Impor Kain

Artinya: "Sunan Gunung Jati di Cirebon mengajarkan tata cara berdoa dan membaca matera, tata cara pengobatan, serta tata cara membuka hutan".

Ada yang membedakan Syarif Hidayatullah dengan para Walisongo lainnya. Di mana Syarif Hidayatullah selain sebagai ulama juga merupakan seorang umara.

Karena Syarif Hidayatullah juga seorang Sultan di Cirebon. Berbagai bukti kejayaan di masa kepemimpinannya sangat banyak.

Baca Juga: Hilangkan Stigma Cantik Harus Putih ! Berikut Beberapa Kiat Memilih Produk Kecantikan yang Aman

Di antaranya Masjid Merah Panjunan (+ 1480) dan masjid Agung Sang Cipta
Rasa (1500).

Bahkan sejalan dengan bukti tersebut, pemikir Aljazair, Malik Bin Nabi (1905-1973) dalam Syuruth al-Nahdlah, berpendapat bahwa suatu peradaban muslim tidak dapat bangkit kecuali dengan akidah keagamaan.

Sehingga dalam konteks itulah Syarif Hidayatullah membangun peradaban muslim di Cirebon.

Baca Juga: FEB Universitas Widyatama Gelar Pelatihan Manajemen Untuk UMKM Kampoeng Wisata Binong Jati, Kota Bandung

Selaras dengan itu, luar biasanya peradaban Islam pada periode tersebut telah melahirkan berbagai tokoh pemikirnya.

Sebut saja di antaranya, Sadr al-Din al-Syirazi (w. 1497), Abu al-Ma’ali al-Maqdisi (w. 1499), dan Jalal al-Din al-Suyuti (w. 1505).

Lalu ada Al-Qarafi (1533-1600), Abd al-Wahhab al-Sya’rani/al-Sya’rawi (w. 1565), dan Abd al-Rahman Jami (w. 1492).***

 

Editor: Otang Fharyana

Sumber: Puspernas.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler