Orang Arab pun Bingung dengan Kosa Kata Halal Bihalal Ini Penggagasnya

- 5 Mei 2022, 05:32 WIB
Halal Bihalal. Konon kosa kata ini, untuk menyatukan elit politik yang lagi gontok-gontokan./pikiran-rakyat.com
Halal Bihalal. Konon kosa kata ini, untuk menyatukan elit politik yang lagi gontok-gontokan./pikiran-rakyat.com /
 
 
SABACIREBON - Lepas perayaan Hari Raya Idul Fitri, umat Islam Indonesia segera menyelenggarakan acara halal bihalal.
 
Acara halal bihalal adalah silaturahmi dalam kelompok yang lebih besar ketimbang silaturahmi keluarga.
 
Halal bihalal dengan warga satu RT, lingkup RW, satu alumni SD, alumni SMP, SMA, perguruan tinggi, dengan lingkungan tempat kerja dan lainnya.
 
 
Rentang waktunya dari selepas lebaran, bisa sampai satu bulan.
Kata halal bihalal bukan berasal dari bahasa Melayu. Bukan juga berasal dari bahasa suku suku yang ada di Indonesia.
 
Mendengar bunyinya, halal bihalal seperti berasal dari Bahasa Arab.
Benarkah?
 
Konon orang orang Arab sendiri dengan merasa aneh dengan kosa kata halal bihalal.
 
 
Mengaduk aduk berbagai sumber, kamus dan literasi apapun, orang Arab tak menemukan kata halal bihalal.
 
Mereka pun tak pernah mendengar kata halal bihalal dalam percakapan sehari harinya. Baik dalam dalam forum nasional maupun dalam percakapan di masyarakat pelosok Arab.
 
Nah, lantas dari Arab mana asal kata halal bihalal itu?
 
 
Akun FB@NUS memposting tentang sejarah halal bihalal.
 
Konon, awal kemerdekaan Republik Indonesia merupakan fase transisi yang penuh gejolak dari penjajahan ke kemerdekaan.
 
Kemerdekaan Indonesia yang baru beru seumur jagung itu terancam perpecahan dan disintegrasi  antaranak bangsa.
 
Para elit politik gontok gontokan. Saling menyalahkan antara yang satu dengan lainnya.
 
 
Presiden Sukarno yang akrab disapa Bung Karno, terus berusaha mencari solusi untuk mempersatukan para elit politik itu.
 
Saat itu, pertengahan Ramadhan tahun 1948, Bung Karno mengundang KH Wahab Chasbullah dari Jawa Timur untuk datang ke Istana.
 
Kiyai Wahab diminta pendapatnya tentang situasi politik di Indonesia yang tidak sehat itu.
 
Bagi bagi para ulama dan kiyai, membantu keutuhan negara adalah hal yang biasa. Juga demikian bagi KH Wahab Chasbullah.
 
 
Adakan saja acara silaturahmi. Demikian saran Kiyai Wahab kepada Bung Karno.
 
"Sebentar lagi kan mau hari Raya Idul Fitri. Umat Islam disunahkan bersilaturahmi," kata Kiyai Wahab.
 
"Silaturahmi kan biasa. Ingin istilah yang lain," jawab Bung Karno.
 
"Itu gampang," kata Kiyai Wahab. "Begini, para elit politik tidak mau bersatu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa atau haram ya harus dihalalkan.
 
 
Mereka harus duduk satu meja, saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturahmi nanti kita istilahkan halal bihalal," kata Kiyai Wahab.
 
Atas saran Kiyai Wahab itu, di saat Idul Fitri Bung Karno mengundang seluruh elit politik ke Istana Negara untuk menghadiri acara silaturahmi yang disebut dengan halal bihalal.
 
Para elit politik bisa duduk satu meja. Mengawali babak baru menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.
 
Sejak saat itu, acara halal bihalal diikuti dan diselenggarakan oleh komponen bangsa, tidak hanya di kota kota besar, tapi juga sampai ke pelosok.
 
 
Ternyata, kata halal bihalal tercetus dari seorang ulama, seorang kiyai Jawa Timur, Indonesia.***
 
 
 
 
 
ReplyForward
 
 
 
 

Editor: Aria Zetra

Sumber: Facebook


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x