Luar biasa memang Bandung. Alamnya, hijaunya, daya tarik yang tidak terbaca, bahkan toleransi untuk mau bersusah-susah melewati gerbang tol Pasteur karena saking padat dan macet, atau tersendat-sendat. Jalan perlahan melewati macet yang pasti terjadi setiap hari libur. Ini pemandangan lazim. Saking banyak kendaraan luar kota. Aneh memang, situasi ini tetap ditempuh dengan enjoy.
Coba lirik seluruh jalan yang masuk Bandung. Begitu menuju gerbang tol Pasteur sudah terbentang antrian panjang. Lepas gerbang tol juga harus bersabar untuk bisa menembus Prapatan Jln. Pasteur Ir Sutami.
Pemandangan yang sama juga sering terjadi di pintu tol lainnya. Antrian panjang menuju pintu tol Pasirkoja, Kopo, Moh Toha, Buah Batu jadi pemandangan yang lazim. Lalu apa ada pilihan lain?.
Ya ada, masuk kota Bandung dari arteri Padalarang juga dihadang dengan macet panjang di area Citatah. Masuk kota Bandung dari arah Subang dan melewati kawasan sejuk Lembang lebih parah lagi.
Lalu masuk kota Bandung dengan menembus kawasan puncrut atau puncak Cieumbeluit dan Dago Pakar juga perlu perjuangan.
Situasi yang sama didapati begitu masuk kotanya. Belum hilang letih dan penat dari perjuangan menembus kemacetan, pengguna jalan harus berjuang untuk melewati jalanan kota kembang ini. Macet begitu terbentang luas. Melewati jalan kota, menuju kawasan Utara melewati Sukajadi, lalu menembus Lembang, menuju jalan Cihampelas, kawasan Djuanda menuju Dago pakar. Seluruhnya macet.
Waktu yang cepat menuju Bandung bagi pengunjung asal Jakarta yang melewati tol Jakarta Cikampek dan Cipularang dibayar tunai dengan buang-buang waktu menembus padat arus lalu lintas dalam kota menuju tempat peristirahatan.
Baca Juga: Pemerintah Larang Ekspor Migor dan CPO, Diduga Buntut Kelangkaan dan Mafia Migor
Jangan-jangan ini yang menjadi "daya tarik" untuk masuk Bandung.