Ia melanjutkan bahwa salah satu alasan mengapa ia tidak mencari penjelasan tentang asal mulanya adalah karena ia tahu hal seperti tersebut akan terjadi cepat atau lambat, seperti yang terjadi pada wabah virus Zika dan MERS pada tahun 2012.
Kaelber mengatakan Li menulis secara signifikan tentang ‘tempat pembatasan’, yakni tempat di mana seorang ilmuwan memotong serangga secara alami dan memasukkan suatu hal buatan manusia, yang tampak pada genom virus dan menganggap pemikiran itu hanya sebagai melihat pola di mana tidak ada pola.
Baca Juga: Anies Baswedan Lebih Berbahaya daripada Pandemi, Rocky Gerung: Istana Berupaya Mematikan Langkahnya
Whittaker, yang bekerja secara ekstensif dengan virus Corona yang terjadi pada hewan, mengatakan bahwa penyakit yang disebabkan Covid-19 di dalam tubuh dapat menimbulkan pertanyaan tentang asal-usulnya, tetapi virus Corona serupa yang ditemukan pada kucing juga menimbulkan kerusakan yang sama.
“Virus ini memiliki spektrum hasil penyakit yang luas dan tidak seperti yang pernah kami lihat sebelumnya, tetapi jika Anda melihat hasil penyakit pada manusia dan kucing sebenarnya ada banyak kesamaan,” kata Whittaker.
Kritikus lain mencatat bahwa tulisan Li itu dikeluarkan oleh Rule of Law Society & Rule of Law Foundation, yakni sebuah kelompok berbasis di New York yang dijalankan oleh tersangka penipu Steve Bannon dan pembangkang Tiongkok dan miliarder buronan Guo Wengui.
Baca Juga: Viral Gunting Bendera Merah Putih karena Jengkel, ‘Emak-emak’ Ini Kini Ditahan Di Polres Sumedang
Mereka mengatakan, kemitraan tersebut menimbulkan pertanyaan tentang motivasi politik yang mendorong perilisan tulisan tersebut dan bagaimana penelitian itu didanai.
Meskipun begitu, Whittaker mengatakan laporan Li memang menawarkan penjelasan rinci tentang bagaimana menumbuhkan virus di laboratorium yang masuk akal.
Namun, dia tetap bertahan pada teori bahwa Covid-19 terjadi secara alami dan masih terlalu dini untuk sepenuhnya mengesampingkan potensi bahwa itu adalah buatan manusia.