Kamuflase Korea Utara Tarik AS, Sengaja Picu Ketegangan Korsel Agar Bincangkan Denuklirisasi Lagi

- 20 Juni 2020, 21:43 WIB
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan  pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.*
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.* //ANTARA/Reuters/Kevin L.

PR CIREBON - Semenanjung Korea pernah berdamai dengan deklarasi Panmunjom di tahun 2018 lalu, sebelum akhirnya Korea Utara memicu kembali ketegangan dengan negara sedarahnya itu.

Bila merunut kejadian pekan lalu, negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un itu mulai menghadirkan konflik dengan menuduh Korea Selatan sengaja membiarkan para pembelot membagikan selebaran di perbatasan Kaesong.

Kemudian, mulai secara perlahan mengeluarkan ancaman untuk membangun benteng di Kaesong, sekaligus terbukti dengan aksi Korea Utara yang meledakkan kantor penghubung bersama di Kaesong dan menyatakan sebagai akhir dialog dengan Korea Selatan.

Baca Juga: Tuduh RUU HIP Memuat Paham Komunis, Habib Rizieq Center Desak Pemerintah Gugat Partai Pengusung

Namun rupanya, bila ditilik lebih mendalam, banyak pengamat justru menilai aksi tersebut tidak untuk bertengkar dengan Korea Selatan.

Aksi itu tampaknya bertujuan untuk merebut kembali perhatian pemerintah Amerika Serikat yang belakangan ini tengah terganggu oleh deretan masalah dalam negeri.

Apalagi dalam tiga pertemuan bersejarah antara AS dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un, selalu berakhir gagal menghasilkan kesepakatan denuklirisasi.

Baca Juga: Kedaulatan Negara Makin Terancam, Taiwan Memohon Internasional Bantu Tekan dan Tindak Tiongkok

Alih-alih meneken sepakat, perhatian Presiden AS Donald Trump justru mengarah ke tempat lain, seperti epidemi virus corona, protes anti-rasisme dan pemilihan presiden November.

Inilah awal mula Kim merasa jatuh karena tanpa kesepakatan itu sama dengan ia harus menghadapi konsekuensi nyata untuk negaranya.

Ekonomi Korea Utara yang masih terkena sanksi, semakin terpukul oleh penguncian perbatasan yang diberlakukan untuk mencegah wabah virus corona. Bahkan, kondisi ini berpotensi mengancam basis dukungannya di antara para elit dan militer.

Baca Juga: Demi Temukan Vaksin Corona, Tiongkok Sediakan Lebih dari 20 Ribu Kera Percobaan hingga Stok Menipis

Sehingga menurut para pengamat, Kim Jong-Un akhirnya memutuskan menyerang sekutu AS, Korea Selatan sebagai upaya peringatan terhadap AS yang membiarkan perundingan terhenti di tengah jalan.

Melansir dari Reuters, seorang mantan sekretaris kebijakan luar negeri presiden Korea Selatan, Chang Ho-jin mengamati aksi Kim ini sedang terus didiamkan oleh Trump karena provokasi militer hanya akan berakibat lebih besar.

"Trump dapat merasakan kebutuhan untuk berbicara dengan Korea Utara untuk mengelola situasi untuk saat ini, dan secara terbuka mengklaim bahwa ia telah menangkal kemungkinan provokasi militer yang mengancam Kim," kata Chang Ho-jin, mantan sekretaris kebijakan luar negeri presiden Korea Selatan.

Baca Juga: Ketegangan di Lembah Galwan Membara, Tubuh Tentara India Ditemukan Telah Dimutilasi

Kemudian, Chang juga mengungkapkan bahwa meningkatnya ketegangan dua Korea itu, dapat dimaksudkan agar Korea Selatan akan mendorong lebih keras membebaskan sanksi untuk proyek-proyek ekonomi bersama yang sejauh ini sulit dipahami.

Sedangkan seorang sumber diplomatik di Seoul mengatakan, para pejabat AS yang termasuk Wakil Menteri Luar Negeri Stephen Biegun telah memimpin negosiasi dengan Korea Utara.

Dalam arti lain, AS bersedia melakukan 'upaya terakhir' perundingan itu, sebelum pemilihan AS tiba nanti akan membuat Washington beralih ke mode pemilihan penuh.

Baca Juga: Rayakan Juneteenth karena Hak Sipil Belum Berakhir, AS: Sejarah Hitam adalah Sejarah Amerika

"Ada kegelisahan di antara mereka bahwa mereka tidak bisa hanya diam saja di paruh pertama tahun ini," ungkap sumber itu membeberkan pernyataan kepada Reuters.

Namun demikian, seorang sumber AS yang akrab dengan masalah itu justru mengatakan hal lain. AS mungkin akan bersedia berbicara dengan Pyongyang kapan saja, tetapi tidak akan ada negosiasi yang mengarah pada terobosan signifikan dalam waktu dekat

Terutama, bila pembicaraan itu hanya berisi penawaran Korea Utara untuk membongkar fasilitas nuklir utamanya Yongbyon.

Baca Juga: Penghinaan Bagi Prajurit Tiongkok, Xi Jinping Takkan Laporkan Jumlah Korban Tewas di Lembah Galwan

Dengan demikian, sumber itu mengklaim bahwa pelonggaran sanksi kemungkinan tidak akan terjadi, karena Korea Utara tidak mau membahas program nuklirnya, sehingga mustahil bagi AS untuk mempertimbangkan membatalkan sanksi.***

 

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x