Warga Sipil di Myanmar Mulai Mengangkat Senjata, Pihak Militer Meresponya dengan Serangan Udara

- 16 Juni 2021, 17:15 WIB
Ilustrasi kudeta Myanmar.
Ilustrasi kudeta Myanmar. /Pixabay/jorono

PR CIREBON - Myanmar kini sudah memasuki bulan keempat berada dalam kedaan kudeta militer.

Militer Myanmar telah melakukan kudeta atau mengambil alih pemerintahan resmi sejak bulan Febuari tahun ini.

Kudeta yang terjadi di Myanmar tersebut berlandaskan tuduhan adanya kecurangan terhadap pemilihan umum yang terjadi pada tahun sebelumnya.

Baca Juga: Ternyata Sosok Ini yang Buat Vicky Prasetyo Kembali ke Pelukan Kalina Ocktaranny

Pihak militer beranggapan adanya kecurangan dan tengah melaporkannya hal tersebut,

Namun setelah dilakukan investigasi, kecurangan yang dimaksud tidak dapat terbukti.

Akibatnya pihak militer melakukan penculikan kepada presiden dan pemenang pemilu Aung San Suu Kyi.

Baca Juga: Kalina Ocktaranny ke Vicky Prasetyo: Tegur Aku Jika Salah, Jangan Jauhi Aku...

Tindakan militer tersebut direspon masyarakat Myanmar dengan melakukan protes penolakan terhadap kudeta.

Keadaan semakin serius ketika pihak militer mulai melakukan penyerangan terhadap warga sipilnya yang melakukan protes.

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Al Jazeera, Andrew menceritakan yang dialaminya setelah bergabung dengan jutaan orang di seluruh Myanmar dalam demonstrasi damai untuk kembali ke pemerintahan sipil.

Baca Juga: Israel Kembali Melancarkan Serangan Udara di Jalur Gaza

Pria berusia 27 tahun itu telah berlatih untuk membunuh tentara dengan senapan berburu di hutan dekat perbatasan tenggara Myanmar dengan Thailand.

“Sebelum terjadinya kudeta, aku bahkan tidak bisa membunuh binatang,” ucap Andrew.

Sebagian orang yang melakukan perlawanan juga merasakan hal yang sama, mereka terpaksa berlatih dengan alasan keamanan.

Baca Juga: Ramalan Horoskop Cinta 16 Juni 2021: Taurus Dicintai Tanpa Batas, Gemini Belum Terlambat Ungkapkan Perasaan

“Ketika saya melihat militer membunuh warga sipil, saya merasa sangat sedih,” kata Andrew.

“Sehingga saya sampai pada pola pikir bahwa saya berjuang untuk rakyat melawan diktator militer yang jahat,” sambungnya.

Andrew termasuk dalam warga sipil yang memutuskan untuk mengankat senjata demi menjatuhkan pihak militer yang sejauh ini sudaah menewaskan 860 orang sipil.

Baca Juga: Ini Janji Giring Ganesha Jika Terpilih Jadi Presiden Indonesia 2024

Sebagian besar dari mereka meninggal karena melakukan protes anti kudeta, pihak militer juga sudah menangkap lebih dari enam ribu orang.

Orang-orang tersebut disiksa dan diambil paksa oleh pasukan militer sejak mereka merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.

Dalam keadaan tersebut, mereka merasa perlawanan dengan menggunakan senjata adalah satu-satunya pilihan yang tersisa untuk menjatuhkan rezim ini.

Baca Juga: Cristiano Ronaldo Singkirkan Botol Coca Cola Saat Konferensi Pers, Perusahaan Rugi Rp57 Triliun

Seorang mantan Dosen Universitas, Neino mengungkapkan kalau warga sudah berusaha bergerak dengan melakukan protes berskala nasional.

“Kami telah melakukan protes nasional dan meluncurkan gerakan pembangkangan sipil terhadap militer dengan harapan memulihkan demokrasi sipil, tetapi metode itu saja tidak berhasil,” ujar Neino.

Neino sendiri sekarang memimpin cabang politik perlawanan sipil di Negara Bagian Chin dan Sagaing.

Baca Juga: Efek Samping Terlalu Banyak Makan Selai Kacang Menurut Ahli

Salai Vakok, seorang pekerja bangunan yang berusia 23 tahun kini berubah hidupnya dan bergabung dengan para pejuang di Negara Bagian Chin.

Ia mulai mengumpulkan senapan berburu di kota asalnya Mindat, setelah pihak militer mulai menembaki pengunjuk rasa pada pertengahan Febuari tahun ini.

“Dulu kami berharap orang-orang dari luar (negara lain) akan berjuang untuk kami, tetapi itu tidak pernah terjadi,” ucapnya.

Baca Juga: Aliansi BEM Seluruh Indonesia Serukan Firli Bahuri Mundur dari Ketua KPK

Saya tidak pernah dalam hidup saya berpikir saya akan memegang senjata, tetapi saya cepat berubah pikiran setelah mengetahui tentang pembunuhan warga sipil tak bersenjata yang tidak bersalah di seluruh negeri,” sambung Salai Vakok.

Ia merasa tidak bisa tinggal diam dan harus membalas mereka yang telah gugur.

Sejauh ini, pihak militer menanggapi perlawanan senjata dengan melakukan serangan udara dan darat tanpa pandang bulu.

Lebih dari 230 ribu orang telah meninggalkan rumah mereka setelah terjadi kudeta, sebagian besar bersembunyi di hutan.***

Editor: Asri Sulistyowati

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x