PR CIREBON – Pandemi virus corona atau Covid-19 telah menyemangati para ilmuwan dan cendekiawan di seluruh dunia untuk mencoba menggali informasi tentang virus ganas tersebut.
Analisis baru para ilmuwan menunjukkan bahwa lebih dari 87.000 artikel ilmiah tentang Covid-19 telah diterbitkan sejak dimulainya pandemi hingga Oktober 2020.
Hampir semua komunitas ilmiah di seluruh dunia mengalihkan perhatiannya untuk menghadapi masalah Covid-19.
“Ini adalah jumlah publikasi yang mencengangkan, mungkin belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah sains,” kata Caroline Wagner, rekan penulis studi dan profesor di John Glenn College of Public Affairs di The Ohio State University.
Wagner melakukan analisis dengan Xiaojing Cai dari Universitas Zhejiang di Cina dan Caroline Fry dari Universitas Hawai'i.
Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari The Hindu Business Line, studi tersebut dipublikasikan secara online di jurnal Scientometrics.
Untuk analisisnya, para peneliti mencari artikel ilmiah terkait Covid-19 di beberapa database ilmiah.
Mereka menemukan bahwa 4.875 artikel ilmiah tentang Covid-19 telah dibuat antara Januari hingga pertengahan April 2020.
Kemudian, pembuatan artikel ilmiah tentang Covid-19 meningkat hingga 44.013 pada pertengahan Juli dan 87.515 pada awal Oktober.
Wagner membandingkan penelitian tentang Covid-19 dengan sains skala nano, yang merupakan salah satu topik terpanas dalam sains selama tahun 1990-an.
“Butuh lebih dari 19 tahun untuk beralih dari 4.000 menjadi 90.000 artikel ilmiah tentang topik itu. Penelitian Covid-19 mencapai level itu dalam waktu sekitar lima bulan,” katanya.
Analisis baru lebih lanjut mengungkapkan bahwa kontribusi Tiongkok menurun secara signifikan setelah tingkat infeksi di negara itu turun.
Dari 1 Januari hingga 8 April 2020, para ilmuwan Tiongkok terlibat dalam 47 persen dari semua publikasi di seluruh dunia tentang Covid-19.
Angka itu turun menjadi hanya 16 persen dari 13 Juli hingga 5 Oktober 2020. Hasil serupa ditemukan di negara lain ketika tingkat infeksi menurun di antara populasi mereka.
“Itu sedikit mengejutkan kami. Pada awal pandemi, pemerintah membanjiri para ilmuwan dengan dana untuk penelitian Covid-19, mungkin karena mereka ingin terlihat merespon. Ketika ancaman turun, mungkin pendanaan juga ikut turun,” ungkapnya.
Baca Juga: Vaksin Covid-19 Gratis Mulai Disebar COVAX, Ghana Jadi Negara Penerima Pertama
Di Tiongkok, pembuatan artikel ilmiah cukup melambat karena harus sesuai dengan persyaratan pemerintah.
Terbitnya artikel ilmiah terkait Covid-19 juga harus disetujui terlebih dahulu oleh pejabat Tiongkok.
Sementara itu, para ilmuwan di Amerika Serikat terlibat dalam 23 persen dari semua studi Covid-19 di seluruh dunia pada awal pandemi dan sekitar 33 persen dari Juli hingga Oktober 2020.***