Tolak Kediktatoran Militer, 10 Kelompok Etnis Bersenjata di Myanmar Bersatu dalam Upaya Menggulingkan Kudeta

22 Februari 2021, 14:40 WIB
Sepuluh kelompok etnis bersenjata Myanmar mendukung upaya masyarakat sipil dalam menggulingkan kudeta militer.* //Pixabay/jorono

PR CIREBON- Sepuluh kelompok etnis bersenjata dilaporkan telah mengakhiri pembicaraan dengan militer dan menyatakan dukungannya untuk Gerakan Pembangkangan Sipil melawan kudeta militer di Myanmar. 

Sepuluh kelompok etnis bersenjata di Myanmar yang telah menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata Nasional (NCA) mengumumkan pada Sabtu, 20 Februari 2021 bahwa mereka tidak akan lagi bernegosiasi dengan pemerintah militer dan akan mendukung upaya untuk menggulingkan kudeta.

"Kami mendukung Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM) dan protes publik terhadap kudeta militer dan kediktatoran militer, dan kami akan mencari cara untuk mendukung gerakan dan protes ini," kata pernyataan itu, dikutip Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dari laman berita Myanmar Now.

Baca Juga: Pansus Jiwasraya Tak Digubris Pimpinan DPR, Mardani Ali Sera: Satu Tahun Usulan Ini Menggantung!

Selain itu, mereka juga mengutuk tindakan keras terhadap pengunjuk rasa damai dan menuntut pembebasan tanpa syarat dari mereka yang ditahan sejak kudeta 1 Februari lalu.

“Masa depan tampaknya lebih sulit. Kami harus berdiri bersama dengan seluruh masyarakat," kata Letjen Yawd Serk, ketua Dewan Pemulihan Negara Bagian Shan, dalam pertemuan online antara kelompok bersenjata itu.

Menurut pernyataan itu, kelompok etnis bersenjata yang juga termasuk Persatuan Nasional Karen dan Front Nasional Chin, akan bekerja sama dengan komunitas internasional dan kelompok aktivis di dalam dan di luar negeri untuk membantu mengakhiri kediktatoran.

Baca Juga: Dirut Persib Teddy Tjahjono Unggah Kode ‘J’, Instagram Jajang Mulyana Kebanjiran Komentar Warganet

Pengumuman tersebut mengikuti diskusi dua hari antara 10 kelompok etnis.

Delapan dari mereka menandatangani NCA di bawah pemerintahan Thein Sein dan dua lainnya ditandatangani di bawah pemerintahan Aung San Suu Kyi.

Sebelumnya, dilansir Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dari Kyodo News, sebuah pemakaman seorang wanita Myanmar yang menjadi orang pertama yang terbunuh di antara para pengunjuk rasa diadakan di dekat ibu kota Naypyitaw.

Lebih dari 10.000 orang keluar untuk melihat prosesi pemakaman Mya Thwet Thwet Khine yang berusia 20 tahun, yang ditembak di kepala saat berpartisipasi dalam demonstrasi 9 Februari lalu tersebut.

Baca Juga: Khawatir Terjadi Bencana Kemanusiaan, Joe Biden Ingatkan Iran Soal Pembebasan Warga AS dan Aktivitas Nuklir

Lebih dari 1.000 mobil dan sepeda motor terlihat di sekitar mobil jenazah yang membawa tubuh korban sepanjang sekitar 20 kilometer dari sebuah rumah sakit di ibu kota ke sebuah pemakaman di utara, jenazahnya kemudian dikremasi.

Sementara itu kota terbesar kedua di negara itu, Mandalay, dua pengunjuk rasa pria ditembak mati oleh polisi pada hari sebelumnya, orang-orang mengadakan rapat umum dan mengutuk militer, yang merebut kekuasaan dalam kudeta tersebut, atas kematian tersebut.

Media lokal melaporkan bahwa seorang pria yang berpatroli di jalan-jalan ditembak mati di pinggiran kota Yangon pada Sabtu malam. Beberapa laporan mengatakan polisi melepaskan tembakan.

Baca Juga: Derby della Madonnina AC Milan 0 Inter 3: Lukaku dan Lautaro Martinez Goreskan Luka Mendalam

Komunitas internasional dengan sigap mengutuk kematian penembakan para pengunjuk rasa di Mandalay tersebut.

Dalam menggulingkan pemerintahan terpilih Suu Kyi, militer menuduh kecurangan besar-besaran dalam pemilihan umum November lalu, di mana partai Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi memenangkan kemenangan gemilang.

Militer mengatakan pemilihan baru akan diadakan setelah keadaan darurat dicabut, dengan kekuasaan dialihkan ke partai pemenang.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: Kyodo News Myanmar Now

Tags

Terkini

Terpopuler