Kemuliaan itu berasal dari sucinya diri (fitrah) sejak azali, dengan dilengkapi akal dan hati, disempurnakan dengan bimbingan wahyu Ilahi dan teladan Nabi (Muhammad Saw).
Kemuliaan tersebut akan terus ada dan menyertai manusia, jika dia mempertahankan dan menjaganya melalui aktivitas mulia, berupa peningkatan kualitas hubungan dengan Allah (hablun minallah) dan hubungan dengan manusia (hablun minannas).
Atau dengan kata lain, kemuliaan manusia akan terjaga dengan baik jika ibadah ritual dan ibadah sosial terjalin erat satu sama lain.
Sebaliknya, jika kualitas hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia terabaikan, atau salah satunya terabaikan, maka kemuliaan yang sudah ada pada dirinya akan berganti dengan kehinaan—Keistimewaan yang melingkupinya akan berubah menjadi kerendahan.
Baca Juga: Ramalan Kartu Tarot, 14 April 2021: Capricorn Kamu Unik dan Pisces Ikutilah Jalan yang Benar!
Di titik inilah ibadah puasa menemukan relevansinya. Puasa mengajarkan kepada manusia untuk tetap meneguhkan eksistensi kemuliaan diri, melalui dua hubungan sekaligus.
Hubungan spiritual Illahi (hablun minallah), berupa ibadah puasa di siang hari, dan hubungan sosial insani (hablun minannas) dengan mengajarkan semangat berbagi kepada sesama, baik melalui zakat, infak, sedekah dan yang lainnya.
Singkatnya, bulan suci yang tengah kita jalani ini mengajarkan tidak sekadar bagaimana menjalin relasi yang suci dengan Ilahi, tetapi juga menjalin hubungan yang erat dengan insani, melalui sikap empati.***