Pandemi Covid-19 Serupa Flu Spanyol 1918, Sejarawan UI: Masyarakat dan Pemerintah Tak Ada yang Siap

- 1 Agustus 2020, 16:47 WIB
Ilustrasi Covid-19
Ilustrasi Covid-19 /Toni Kamajaya/

PR CIREBON - Sejarawan Universitas Indonesia (UI) Tri Wahyuning M Irsyam mengatakan pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia, mirip dengan kondisi saat terjadi wabah Flu Spanyol pada tahun 1918.

"Petugas pemerintah kolonial rutin berkeliling menggunakan mobil untuk menyosialisasikan bahwa penyakit itu mematikan, lebih baik di rumah saja, memakai masker dan menjaga kebersihan," kata Tri dalam acara bincang-bincang Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang disiarkan melalui akun Youtube BNPB Indonesia dari Gedung Graha BNPB, Jakarta, Sabtu, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara.

Tri mengungkapkan hal tersebut dilakukan pemerintah kolonial Hindia Belanda karena semua orang pada saat itu bisa membaca koran dan mendapatkan informasi yang benar.

Baca Juga: Usai Djoko Tjandra Ditangkap, Pakar Politik Sebut Ada 3 Hal yang Masih Menjadi Perhatian Publik

 

Pada saat Flu Spanyol terjadi, pemerintah kolonial menggunakan cara-cara sosialisasi secara langsung agar masyarakat pendudukan tidak menganggap remeh dan tetap waspada terhadap Flu Spanyol yang mewabah di seluruh negeri.

Tri mengungkapkan, pada saat itu terdapat perbedaan sudit pandang antara pemerintah kolonial dengan masyarakat dalam menanggapi Flu Spanyol.

"Masyarakat memandang penyakit tersebut bersumber dari alam seperti debu, angin dan lain-lain. Sementara pemerintah kolonial melihat sumber penularan berasal dari luar, yaitu orang-orang pendatang yang menjadi pembawa virus," tuturnya.

Baca Juga: Raih Banyak Cinta dan Popularitas di Asia, Lee Kwang Soo Ungkap Kemungkinan Tinggalkan 'Running Man'

Tri mengatakan pada masa awal Flu Spanyol terjadi, hampir tidak ada yang siap baik pemerintah negara-negara di dunia maupun masyarakatnya.

Ketidaksiapan itu terlihat dari penanganan yang lamban hingga menelan banyak korban jiwa.

Ketika wabah penyakit itu mulai terjadi, dan beberapa orang mulai memperlihatkan gejala-gejala tertentu, para petinggi sejumlah negara seolah-olah mengabaikan fenomena yang terjadi di masyarakat. 

Baca Juga: Tak hanya 2 Tahun, Hukuman untuk Djoko Tjandra Dipastikan Lebih Berat dari yang Diperkirakan

Begitu pula dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Ketika terdapat laporan dari daerah melalui telegram yang menyatakan sudah ada banyak korban, di antaranya dari Bali dan Banyuwangi, laporan itu tertahan di lembaga yang secara administratif setara dengan sekretariat negara selama berbulan-bulan.

"Karena tidak mendapat tanggapan, pemerintah kolonial di daerah akhirnya menjadi panik dan menyerahkan kepada masyarakat agar bertindak sendiri," tuturnya.

Masyarakat akhirnya lebih mengedepankan upaya pengobatan tradisional. Di dalam Serat Centini disebutkan sejumlah bahan-bahan alami seperti jamu yang kerap digunakan sebagai pengobatan.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x