Tuai Kecaman atas Kebijakan Ekspor Benih Lobster, Nelayan: Edhy Prabowo Hanya Mudahkan 'Gelindra'

- 8 Juli 2020, 08:04 WIB
 Warga menunjukkan lobster hasil tangkapan nelayan di pesisir Pantai Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Rabu, 19 Februari 2020.
Warga menunjukkan lobster hasil tangkapan nelayan di pesisir Pantai Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Rabu, 19 Februari 2020. /ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/

PR CIREBON - Kebijakan terbaru Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait pemberian izin kembali ekspor benih lobster menuai kecaman jajaran nelayan Indonesia.

Di bawah pimpinan Edhy Prabowo, kebijakan kontroversial ini juga mengundang tanya dari mantan pendahulunya, Susi Pudjiastuti yang semula melarang kebijakan ekspor benih lobster tersebut.

Senada dengan Susi, seorang Koordinator Persatuan Nelayan Nasional, Hadi Suprapto yang merasa kesal memilih mempelesetkan akronim nama Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menjadi Gelindra (Gerakan Lobster Indonesia Raya).

Baca Juga: Ditembakkan ke Luar Angkasa, Israel Resmi Luncurkan Satelit Mata-mata untuk Awasi Musuh

Melansir dari RRI, penyebutan Gelindra ini memang sengaja dilakukan untuk merujuk pada polemik eksportir benih lobster yang dinilai hanya menguntungkan kelompok-kelompok yang memiliki kedekatan dengannya dalam partai naungan Edhy, Gerindra.

Terlebih, Edhy Prabowo menjadi salah satu Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang kini masuk dalam jajaran partai pendukung pemerintah.

"Bisnis benih lobster telah menjadi, Kementerian KKP menjadi ladang rente para kader Gerindra. Dan membuat Gerindra jadi Gelindra (Gerakan Lobters Indonesia Raya)," ungkap Hadi dalam keterangan pers pada Selasa, 7 Juli 2020.

Baca Juga: Sebut Dikelola dengan Baik, WHO Klaim Wabah Pes di Tiongkok Tidak Memiliki Risiko Tinggi

Lebih lanjut, Hadi mengklaim bahwa bisnis benih lobster menjadi ladang rente untuk kebanyakan kader Gerindra yang menikmati kemudahan dari Menteri KKP.

"Pemberian kuota ekspor benih lobster oleh Menteri KKP kepada sejumlah perusahaan milik kader Gerindra menunjukkan nepotisme dan kolusi yang kuat," duganya.

Tak puas mengkritik Edhy Prabowo, Hadi menilai Calon Presiden di Pilpres 2019 Prabowo Subianto yang kini menjadi Menteri Pertahanan juga seperti sedang tutup mata.

Baca Juga: Siap Terapkan Protokol Kesehatan, Bioskop Seluruh Indonesia akan Dibuka Mulai 29 Juli 2020

"Jadi Prabowo sepertinya tutup mata, tidak sesuai dengan pernyataannya dan sikapnya untuk memberantas bisnis rente yang ada di semua sumber-sumber alam di Indonesia yang banyak merugikan masyarakat," jelas Hadi.

Meskipun, masyarakat sudah mengetahui bahwa untung nelayan sangatlah kecil. Bahkan, tingkat kesejahteraan pun belum tentu terjamin.

"Bohong besar saja kalau nantinya ekspor benih lobster memberikan kesejahteraan pada nelayan lobster. Karena kenyataannya harga beli benih lobster sangat murah oleh para pencari rente di Kementerian KKP," tambah Hadi.

Baca Juga: Tak Diantar ke RS Rujukan, Viral Video 2 Petugas Medis Tega Buang Mayat Pasien Covid-19 di Jalanan

Selain itu, Hadi merasa sudah cukup sulit dengan kebijakan Kementerian KKP yang bagian dari Prabowo Subianto, sehingga ia merasa perlu bersyukur atas tidak terpilihnya Prabowo sebagai Presiden, sehingga kebijakan menyulitkan itu tidak menyebar ke semua kementerian yang bakal jadi ladang bisnis mereka.

"Tidak kami bayangkan jika waktu itu Prabowo Subianto terpilih sebagai presiden. Maka semua departemen akan jadi bisnis rente bagi antek-antek Prabowo Subianto," kata Hadi.

Sementara itu, Menteri KKP Edhy Prabowo mengungkap adanya total 31 perusahaan yang ditetapkan sebagai eksportir lobster.

Baca Juga: Pasang Tarif Tambal Ban Mencekik Capai Rp600 Ribu, Pemilik Bengkel di Banyuwangi Ungkap Kronologinya

Bahkan, Edhy membantah dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI kemarin terkait kementeriannya menerbitkan izin secara tidak transparan atau hanya menguntungkan pihak tertentu.

Pasalnya, ia menilai izin tersebut diberikan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Lebih lagi, keputusan izin ekspor lobster itu akan memfasilitasi nelayan ke depannya.

“Masalah perusahaan masalah siapa yang diajak, kami tidak membatasi dia harus perusahaan. Koperasi boleh tapi saya tidak bisa menentukan. Siapa yang mendaftar, kami terima dan verifikasi,” jelas Edhy menutup pernyataan.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x