Pengurangan ini makin menipis, karena dalam sisa waktu 4 bulan mendatang, stok BBM bersubsidi, seperti pertalite hanya tersisa 30 persen dari alokasi kuota yang sudah ditetapkan untuk tahun 2022 ini.
Demi mencegah kuota yang makin menipis ini, Komisi VII DPR RI meminta pemerintah segera merealisasikan penambahan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mengingat kuota yang tersedia saat ini kian berkurang.
Padahal, pemerintah dan DPR sebelumnya sudah sepakat untuk menambah kuota.
Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin mempertanyakan sikap pemerintah yang belum merealisasikan penambahan kuota BBM bersubsidi.
"Kalau lihat dari perkembangan dinamika hari ini dari variabel-variabel yang terjadi hari ini, kami khawatir kuota ini bisa jebol pada tahun 2022," ujarnya dalam rapat kerja bersama Kementerian ESDM di Jakarta, Rabu.
Berdasarkan laporan PT Pertamina sampai Juli 2022, BBM bersubsidi jenis Pertalite telah mencapai angka 16,8 juta kiloliter atau setara dengan 73,04 persen dari total kuota yang ditetapkan sebesar 23 juta kiloliter.
Baca Juga: APROPI Beri Pelatihan Penggunaan Pestisida Terhadap Kelompok Tani di Kabupaten Cirebon
Sementara itu, BBM bersubsidi jenis Solar yang sudah tersalurkan sebanyak 9,9 juta kiloliter, padahal total kuota Solar sepanjang tahun ini adalah sebanyak 14,9 juta kiloliter.
Pada 2022, pemerintah mematok subsidi energi sebesar Rp 502,4 triliun untuk menutup selisih harga keekonomian bahan bakar minyak, gas, dan listrik yang disalurkan oleh Pertamina dan PT PLN kepada masyarakat
Saat ini, subsidi Pertalite hanya tersisa enam juta kiloliter dari 23 juta kiloliter subsidi yang disepakati hingga akhir 2022.
Pemerintah memperkirakan jumlah Pertalite tersebut akan habis pada Oktober 2022, sehingga perlu adanya tambahan volume BBM subsidi, termasuk subsidi untuk Solar yang volumenya terus mengalami peningkatan.
Sementara itu, BBM bersubsidi jenis Solar yang sudah tersalurkan sebanyak 9,9 juta kiloliter, padahal total kuota Solar sepanjang tahun ini adalah sebanyak 14,9 juta kiloliter.
Pada 2022, pemerintah mematok subsidi energi sebesar Rp 502,4 triliun untuk menutup selisih harga keekonomian bahan bakar minyak, gas, dan listrik yang disalurkan oleh Pertamina dan PT PLN kepada masyarakat
Saat ini, subsidi Pertalite hanya tersisa enam juta kiloliter dari 23 juta kiloliter subsidi yang disepakati hingga akhir 2022.
Pemerintah memperkirakan jumlah Pertalite tersebut akan habis pada Oktober 2022, sehingga perlu adanya tambahan volume BBM subsidi, termasuk subsidi untuk Solar yang volumenya terus mengalami peningkatan.
"Dulu kita sudah memutuskan menambah kuota untuk Pertalite tambah 5 juta kiloliter, sehingga total menjadi 28 juta kiloliter. Kemudian untuk Solar menjadi 17 juta kiloliter. Tapi hari ini masih di 14,9 juta kiloliter Solar dan 23 juta kiloliter untuk Pertalite," terang Mukhtarudin.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pihaknya sudah mengusulkan kuota penambahan BBM bersubsidi.
Menurutnya, pemerintah sedang mengkalkulasi apakah dalam semester kedua tahun ini bisa melakukan program-program tepat sasaran, sehingga kuota tidak melebihi plafon anggaran pemerintah.
Pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan energi bagi masyarakat dan mengimbau masyarakat ekonomi atas untuk tidak membeli BBM bersubsidi.
"Kami melakukan langkah-langkah penghematan, kami mengatur segala sehingga bisa mengontrol inflasi yang melemahkan daya beli masyarakat," pungkas Arifin.***