Kemenkes Sebut Ada Pasien Bayar Obat Covid-19 Secara Mandiri: Masalah untuk Kita Semua

- 28 Januari 2021, 10:50 WIB
Ilustrasi Obat
Ilustrasi Obat /Pixabay

PR CIREBON – Beberapa pasien Covid-19 disebut masih membayar obat untuk kesembuhan secara mandiri, yang memang tidak masuk dalam biaya klaim yang dibayarkan pemerintah.

Kasus pasien Covid-19 yang membayar obat secara mandiri ini diutarakan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir Rabu, 27 Januari 2021.

"Dalam penanganan yang sangat kritis, di ICU misalnya, kadang-kadang di situ diberikan obat-obat yang sangat mahal,” kata Kadir menyinggung soal pasien Covid-19 yang membayar obat secara mandiri.

Baca Juga: Kabar Tiongkok Sengaja Sebarkan Covid-19 Mencuat Lagi, WHO Mulai Selidiki Asal Usul Virus hingga Penyebarannya

“Di sini kadang-kadang dimintakan persetujuan pasien, ini juga memang masalah buat kita semua karena di sisi lain pasien ingin sembuh kemudian diberikan obat-obat yang sangat mahal.

Ia juga menyebutkan terkadang rumah sakit dimintakan pembayaran pada pasien, itu yang kerang sering terjadi.

Namun, ia membantah kabar adanya pasien atau keluarga pasien yang diharuskan membayar secara mandiri apabila hendak menggunakan ventilator di ICU.

“Tindakan pihak rumah sakit yang menarik bayaran dari pasien untuk tindakan klinis yang sesuai dengan tata laksana dan ditanggung oleh negara tidak dibenarkan,” tegas Kadir, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara.

Baca Juga: Hanya 70 Persen Warga Indonesia Jadi Target Vaksinasi, IDI dan Satgas Covid-19: Ciptakan Kekebalan Kelompok

Terkait terapi obat-obatan yang di luar biaya klaim pasien Covid-19 yang ditanggung oleh pemerintah, memang diakuinya terkadang ditemui di rumah sakit.

"Tapi sesuai dengan aturan bahwa semua pasien Covid-19 itu menjadi tanggungan pemerintah, karena ini yang mengatur adalah perintah dari undang-undang wabah yang kita pegang sampai saat ini," papar Kadir.

Direktur Utama RS Pertamedika Fathema Djan Rachmat juga mengakui ada beberapa obat-obatan yang ditawarkan kepada pasien Covid-19 untuk terapi kesembuhan.

Ia menjelaskan obat tersebut tidak ditanggung oleh negara.

Baca Juga: Rizal Ramli Geram, Dana Wakaf Dimanfaatkan Tapi Islamphobia Digencarkan

Menurutnya, obat-obatan tersebut terbilang relatif mahal dengan totalnya bisa mencapai biaya rawat inap pasien Covid-19 selama tiga hari.

"Ketika obat-obatan yang harganya melampaui dari ketentuan yang diatur. Obat-obatan yang sangat mahal adalah obat-obatan monoklonal antibodi,” jelasnya.

“Itu memang obatnya sangat mahal sekali, satu orang itu memerlukan 50 ampul misalkan. Monoklonal antibodi ini memang banyak sekali sekarang dipakai dan memberikan hasil cukup baik," sambungnya.

Apabila obat-obatan yang memiliki hasil cukup baik tersebut dapat juga dibiayai oleh pemerintah, kata Fathema, tentu akan lebih baik untuk kesembuhan pasien agar lebih cepat pulih.

Baca Juga: Tetangga Positif Covid-19? Jangan Dijauhi, Ini yang Sebaiknya Kamu Lakukan

"Jadi kita tidak perlu meminta persetujuan dari keluarga pasien ketika pasien meminta diberikan obat-obatan monoklonal antibodi," katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan produsen obat Covid-19 dalam negeri tidak memainkan harga jual di pasaran.

"Kalbe Farma, Bio Farma, Indofarma, dan perusahaan farmasi lainnya, saya minta jangan buat harga yang terlalu tinggi, sesuai kewajaran saja karena ini masalah kemanusiaan dan tolong perhatikan kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit saat ini," tegas Luhut pada Oktober 2020 lalu.

Luhut mengatakan pemerintah telah memiliki kumpulan data mengenai harga obat berbasis Free on Board (FoB) atau harga barang di tempat asal negara seperti India, Tiongkok, dan Jerman.***

 

Editor: Tita Salsabila

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x