Baca Juga: Kasihan dengan Rombongan Mensos Tri Rismaharini, Roy Suryo: Tidak Usah sampai Ditulis Begitu
Sementara itu, poin keempat, SBY mengatakan bahwa setiap pemilu akan selalu ada yang menang, ada yang kalah.
Meskipun berat dan menyakitkan, siapapun yang kalah wajib terima kekalahan dan ucapkan selamat kepada yang menang.
“Itulah tradisi politik dan norma demokrasi yang baik. Sayangnya, sebagai champions of democracy, ini tidak terjadi di AS sekarang,” imbuhnya.
Kelima, sambungnya, pergantian kekuasaan yang damai (smooth dan peaceful) kali ini tak terjadi di AS. Transisi kekuasaan dibarengi luka, kebencian dan permusuhan.
Menurutnya hal ini merupakan petaka bagi AS yang politiknya terbelah (deeply divided). Energi Biden bisa habis untuk satukan AS hadapi tantangan ke depan.
Baca Juga: Spesial untuk Aeri, Baekhyun EXO Rilis Album Solo Jepang Tentang Cinta
“Keenam, jelang pelantikan Biden, Washington DC mencekam, banyak barikade dan dalam pengamanan ketat 25.000 tentara," katanya.
"Siapa ancamannya? Kali ini bukan musuh dari luar, seperti biasanya, tapi "teroris domestik". Ini titik gelap dalam sejarah AS. Juga warisan buruk yang ditinggalkan Trump,” sambungnya.
Adapun, poin ketujuh, setiap krisis selalu ada pahlawannya. SBY mengungkapkan bahwa dirinya menghargai sikap Wapres Mike Pence yang menunjukkan karakter kesatrianya dengan menerima hasil Pilpres yang lalu meskipun kalah.