HNW: Hierarki Aturan Hukum di Indonesia Tidak Mengenal Istilah Maklumat Kapolri

- 3 Januari 2021, 14:23 WIB
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid.
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid. /Foto: Seputar Tangsel/Sugih Hartanto/



PR CIREBON - Menanggapi sikap Dewan Pers bersama Komunitas Pers Indonesia yang mempersoalkan Pasal 2 huruf d, dalam Maklumat Kapolri yang salah satu isinya melarang penyebaran konten terkait Front Pembela Islam (FPI), serta menilai larangan tersebut menabrak aturan di konstitusi, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW), mendukung sikap tersebut.

HNW, sapaan akrabnya mengatakan bahwa pasal dalam maklumat tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 28F UUD NRI 1945.

Dimana pasal tersebut berbunyi, ‘Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.’

Baca Juga: Teddy Gusnaidi Sindir PKS: Seenaknya Salahkan Negara, Giliran Diingatkan Gak Terima

Lebih lanjut, HNW menjelaskan bahwa ketentuan kebebasan mendapatkan dan mencari informasi itu memang merupakan hak asasi manusia (HAM) yang bersifat derogable (bisa dibatasi). Dan ketentuan pembatasannya merujuk kepada Pasal 28J ayat (2).

“Namun, yang perlu dipahami adalah pembatasan hak tersebut harus dilakukan melalui undang-undang, bukan berdasarkan Maklumat Kapolri. Apalagi hirarki aturan hukum di Indonesia tidak mengenal istilah ‘Maklumat Kapolri’,” ujar HNW melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu, 2 Januari 2021.

Dikutip Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dari laman MPR RI, HNW menilai bahwa Maklumat Kapolri tersebut berlebihan apabila diperuntukan untuk membatasi hak asasi yang dijamin oleh konstitusi.

Baca Juga: Tidak Hanya di Inggris, Varian Virus Corona kini Muncul di Asia, Ditemukan di Vietnam

Apalagi, hak asasi tersebut juga telah diturunkan ke dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan bahwa ‘untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi’.

“Jadi, berbekal ketentuan itu, wajar apabila dewan pers dan komunitas pers mempertanyakan dan menolak karena khawatir terhadap pelarangan yang bisa menghalangi kebebasan pers dan kebebasan publik tersebut,”ucapnya.

“Apalagi, saat ini sejumlah media sedang aktif memberitakan dan menginvestigasi penembakan 6 anggota FPI, yang menjadi perhatian luas dari publik,” imbuhnya.

Baca Juga: Media Asing Soroti Penemuan Drone Milik Tiongkok, Khawatir Pencurian Data Intelijen AL

Oleh karena itu, kata NHW, dikhawatirkan larangan itu akan berdampak kepada pengusutan tuntas dan adil terhadap kasus yang oleh banyak pihak disebut masuk kategori pelanggaran HAM berat tersebut.

Di sisi lain, HNW juga mengapresiasi sikap Kadiv Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono yang menjelaskan bahwa konten yang dimaksud adalah berita bohong, adu domba, SARA, kerusuhan dan lain-lain.

“Bila ini yang dimaksud oleh Kapolri, seharusnya isi Pasal 2 huruf d Maklumat tersebut direvisi atau diperbaiki. Supaya ada kejelasan, dan berita bohong dan seterusnya itu juga perlu dibuktikan melalui mekanisme hukum yang berlaku,” jelas Hidayat Nur Wahid.

Baca Juga: Ilmuan Sebut Virus Mematikan Baru akan Serang Manusia, Muncul dari Hutan Hujan Tropis Afrika

“Sebaiknya Pasal 2 huruf d Maklumat tersebut segera direvisi atau diperbaiki, agar tidak terjadi ketidakjelasan di lapangan, sehingga berujung kepada kriminalisasi terhadap banyak orang, termasuk para jurnalis yang ingin melaksanakan hak asasi mereka dan warga negara terkait dengan memperoleh dan mencari informasi terkait FPI,” pungkas Hidayat Nur Wahid.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: MPR RI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x