Sebut Anies Baswedan Tidak Melanggar Prokes, Fadli Zon: Prokes itu Makhluk Abstrak

- 25 November 2020, 13:06 WIB
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon /Twitter @fadlizon



PR CIREBON - Anggota DPR RI dari Partai Gerindra Fadli Zon menyatakan, kalau membicarakan masalah mengenai dapatkah Gubernur dicopot oleh Mendagri atau pemerintah dalam hal ini, terkait instruksi Mendagri, tentu jawabannya adalah tidak, tidak bisa dicopot.

"Karena bagaimanapun kepala daerah itu dipilih oleh rakyat dan sebentar lagi pilkada, rakyat juga yang memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota," kata Fadli Zon dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) mengenai topik diskusi 'Bisakah Gubernur Dicopot?', 24 November 2020.

Artinya, dia menambahkan, kedaulatan itu ada di tangan rakyat, tetapi tetap harus melihat satu frame yang lebih luas, frame yang lebih luas itu ini tidak bisa dipisahkan dari sosok yang pertama adalah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dan yang kedua adalah sosok Habib Rizieq Shihab yang baru kembali dari Mekkah dan mendapatkan penyambutan yang luar biasa.

Baca Juga: Terkait Aturan Mendagri, Pengamat: Kepala Daerah Bisa Dicopot oleh yang Melantik

"Kemudian setelah semua kejadian yang terjadi seolah-olah kita mau menegakkan protokol kesehatan," ujarnya.

Fadli mengungkapkan bahwa dalam rangka pelaksanaan Pilkada saja tercatat oleh Bawaslu, ada sekitar 398 pelanggaran protokol kesehatan dalam konteks Pilkada.

"Ada yang mengatakan undang-undangnya lain, saya kira dalam protokol kesehatan sama saja, karena ini leading sectornya adalah Kementerian Kesehatan, BNPB, Satgas Covid," ujarnya.

Baca Juga: Hujan Ringan Terjadi di Jakarta pada Siang Hari, Berikut Prakiraan Cuaca di Jakarta 25 November 2020

Menurutnya yang menjadi persoalan adalah persoalan institusi. Institusi mana sebenarnya yang berwenang untuk mengatasi persoalan protokol kesehatan ini.

Dia menanyakan apakah memang kewenangan itu ada di pemerintah daerah atau di pemerintah pusat, berada Satgas ini atau aparat penegak hukum kepolisian, atau mungkin TNI.

"Jadi kita ini mempunyai satu institusi yang simpang siur, ini persoalan pertama institutional problem, dan institutional problem ini menyebabkan kemudian pelaksanaan-pelaksanaan di lapangan itu tumpang tindih," ucap Fadli.

Baca Juga: Menteri KKP Edhy Prabowo Ditangkap, KPK: Benar, Kita Telah Mengamankan Sejumlah Orang

Karena tumpang tindih akhirnya berusaha agar subyektifitas itu menjadi tinggi, artinya pelaksanaan di dalam penerapan 'penegakan hukumnya' sangat subyektif.

"Saya tidak melihat di dalam kasus pemanggilan Gubernur Anies ke Polda itu sebagai upaya penegakan hukum," katanya.

Menurutnya pemanggilan Anies Baswedan lebih sebagai salah satu langkah politik. Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari kanal Youtube ILC.

Baca Juga: Pembunuh Pedofil yang Terjadi di Malaysia Dijatuhi Hukuman Seumur Hidup

"Karena tentu tidak dipisahkan, lain misalnya Gubernur Anies ini didukung pada waktu itu oleh partai yang dianggap berkuasa, yang pada waktu itu memilih calon yang lain," ujarnya.

Fadli menambahkan begitu juga dengan sosok Habib Rizieq Shihab bukanlah seorang yang juga disukai oleh pemerintah walaupun tidak mempunyai masalah hukum, karena sudah SP3, tidak punya masalah hukum juga di Arab Saudi.

"Tetapi diperlakukan secara diskriminatif, dan ini yang menurut saya sangat mengganggu rasa keadilan di sebagian masyarakat. Kenapa upaya penegakkan hukumnya begitu diskriminatif, tidak betul-betul mau mencari atau menegakkan hukum," ucapnya.

Baca Juga: Sampaikan Pesan Khusus pada Presiden Terkait Habib Rizieq, Buya Yahya: Ikuti Hati Kecil Anda

Apalagi, Fadli menjelaskan, terlebih undang-undang yang ingin digunakan ialah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang karantina kesehatan yang menurutnya tidak memadai, untuk memayungi peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan ini.

Diungkapkan Fadli bahwa, kalau melihat pidananya itu ada di Pasal 90 sampai Pasal 95, kalau dilihat dan membaca ulang undang-undang ini, lebih banyak urusannya misalnya Pasal 90 tentang Nahkoda, Pasal 91 tentang Kapten Penerbang.

"Pasal 92 tentang Pengemudi Kendaraan Darat, 93 juga Menghalangi upaya penegakan, bukan protokol kesehatan istilahnya, penyelenggaraan karantina, dan 94 juga 95 itu mengatur tentang Korporasi," katanya.

Baca Juga: Terapkan Langkah Anti Korupsi, PM Lebanon Khawatirkan Hidupnya Dimasa Jabatannya yang Singkat

Jika kembali ke pertanyaan soal Gubernur DKI, apakah Gubernur DKI adalah pihak yang melanggar protokol kesehatan? Fadli mengatakan tidak.

"Saya kira tidak, secara logika sederhana saja Gubernur DKI bukan pihak yang melanggar protokol kesehatan walaupun protokol kesehatan itu juga masih merupakan makhluk yang abstrak. Apa yang dimaksud dengan protokol kesehatan? tidak ada di dalam undang-undang tentang protokol kesehatan, hanya ada di dalam peraturan Kementerian Kesehatan," ujar Fadli Zon.***

 

Editor: Egi Septiadi

Sumber: Youtube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x