Terkait Aturan Mendagri, Pengamat: Kepala Daerah Bisa Dicopot oleh yang Melantik

- 25 November 2020, 12:51 WIB
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah, tangkap layar Youtube/Indonesia Lawyers Club
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah, tangkap layar Youtube/Indonesia Lawyers Club /Youtube



PR CIREBON - Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah menyatakan dilihat dari aspek kebijakan publik ada dua hal yang diamati, pertama bahwa kebijakan publik itu ialah apa yang diinginkan oleh pemerintah maupun apa yang tidak diinginkan oleh pemerintah.

"Jadi apa yang akan dilakukan oleh pemerintah itulah kebijakan publik," kata Trubus dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang memiliki tema Dapatkan Mendagri mencopot jabatan dari Kepala Daerah, yang dalam hal ini berfokus pada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, 24 November 2020.

Trubus menambahkan melihat pada topik yang dibahas, yang pertama perlu diketahui adalah secara kebijakan tentu itu bisa dilakukan, hanya memang prosesnya panjang.

Baca Juga: Pembunuh Pedofil yang Terjadi di Malaysia Dijatuhi Hukuman Seumur Hidup

"Bisa dilakukan karena apa, karena memang di dalam aturannya sendiri di Pasal 78 misalnya, itu kan dimungkinkan kalau misalnya kepala Daerah itu kan wajib mematuhi aturan, aturan perundang-undangan misalnya gitu," ujarnya.

Kemudian, dia melanjutkan, juga ada di dalam ketentuan yang lain seperti Pasal 80 dan Pasal 81,  di dalam pasal tersebut diatur semua mekanismenya.

"Jadi artinya aturan itu diperbolehkan untuk entah dengan alasan mengundurkan diri atau diberhentikan. Kalau diberhentikan kan sudah ada ketentuannya juga mekanismenya di situ. Jadi kebijakan publik melihat itu, kemungkinan itu terbuka," ucapnya.

Baca Juga: Sampaikan Pesan Khusus pada Presiden Terkait Habib Rizieq, Buya Yahya: Ikuti Hati Kecil Anda

Diungkapkan Trubus, sehingga ke luarnya instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 60  tahun 2020 itu memang bisa dilihat sebagai penegasan saja, suatu peringatan untuk mempertegas bahwa pemerintah fungsinya memberikan pembinaan.

Jadi pembinaan pengawasan kepada kepala daerah yang memang di dalam pelaksanaan tugasnya itu harus mengingat akan adanya aturan-aturan yang berlaku, tuturnya.

Trubus menyampaikan dalam konteks ini, tentu seorang kepala daerah yang mungkin dikaitkan dengan, merujuk pada topik yang menjadi masalah yaitu protokol kesehatan, aturan-aturan itu sudah tercatat di dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018.

Baca Juga: Terapkan Langkah Anti Korupsi, PM Lebanon Khawatirkan Hidupnya Dimasa Jabatannya yang Singkat

"Jadi di Pasal 93 kan sudah dijelaskan di situ, nah dengan demikian maka misalnya kepala daerah itu dipandang yang melanggar itu, maka bisa dikaitkan dengan dua hal tentu yang perlu dilakukan," katanya.

Pertama dari sisi prosesnya itu bisa melalui DPRD, tetapi nanti muaranya tetap kepada Mahkamah Agung yang akan menentukan, apakah kepala daerah ini dinyatakan bersalah atau tidak.

Sementara yang kedua dari sisi pemerintah pusat sendiri, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, Menteri Dalam Negeri bisa mengusulkan tetapi tetap muaranya ada di Mahkamah Agung juga, jadi proses itu ada.

Baca Juga: Tak Hanya Edhy Prabowo, Istri Menteri KKP juga Ikut Ditangkap Tim KPK

Dijelaskan lagi oleh Trubus, bahwa di kebijakan publik itu ada yang dinamakan Asas Contrarius Actus, biasanya dipakai di dalam ilmu administrasi negara, di mana di situ seorang pejabat itu diangkat, dan yang mengangkat itu yang dapat memberhentikan.

"Jadi siapa yang mengangkat maka dia yang memberhentikan. Persoalannya di dalam kepala daerah itu, perdebatan di publik itu kan persoalan kalau dia dipilih langsung," ujarnya.

Akan tetapi ketika dipilih, Trubus menyatakan, yang bersangkutan belum menjadi kepala daerah dan harus dilantik dulu. Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari kanal Youtube ILC.

Baca Juga: Tanggapi Pembakaran Poster Habib Rizieq, Refly Harun: Harusnya Kedua Belah Pihak Menghormati Hukum

"Pada saat pelantikan itu siapa yang melantik, tentu menurut aturan undang-undang nomor 23 untuk Gubernur yang melantik adalah presiden, kalau untuk kepala daerah dalam hal ini. Bupati atau Walikota cukup didelegasikan kepada Gubernur," katanya.

Dengan demikian menurutnya, kalau yang melantik merasa perlu untuk memberhentikan maka bisa saja terjadi, karena posisinya sebagai yang melantik, meskipun masyarakat yang memilih.

"Persoalannya kemudian masyarakat ini kan sudah menyerahkan mekanisme dan prosedur kepada aturan yang berlaku, di sini sistem kita adalah presidential, jadi presiden lah yang punya kuasa di dalam hal ini untuk menentukan seseorang itu sebagai pejabat atau dilantik sebagai pejabat," kata Trubus.***

 

 

Editor: Egi Septiadi

Sumber: YouTube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x