PR CIREBON - Meski sudah diundangkan, UU Cipta Kerja masih menuai penolakan lantaran sejumlah pasal masih dinilai bermasalah. Jalur penolakan yang ingin ditempuh adalah melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2015-2020 I Dewa Gede Palguna mengatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sah untuk menjadi objek uji konstitusional di MK.
Menurut Dewa, meskipun UU Cipta Kerja Omnibus Law tersebut akan direvisi oleh para pembentuk Undang-Undang, yaitu Pemerintah dan DPR RI, namun suatu Undang-Undang tetap sah untuk diuji bila sudah diundangkan oleh negara.
Baca Juga: Tak Sia-sia Bak Detektif Conan, Viral Aksi Polisi Ringkus Spesialis Jambret HP di Jakarta Utara
"Kalau sudah diundangkan berarti sudah sah menjadi objek pengujian konstitusionalitas nya, baik proses pembentukan maupun materi muatannya. Tidak perlu menunggu revisi," ujar Dewa, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara pada Rabu, 3 November 2020.
Meski demikian, Dewa mengaku tak tahu bagaimana nanti respons MK terhadap pengajuan uji kontitusional itu.
Kalau berbicara soal kemungkinan, kata dia, mungkin saja MK membatalkan UU tersebut secara keseluruhan, jika MK berpendapat bahwa pembentukan UU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Baca Juga: Ceritakan Kepribadian Bung Hatta, Meutia Hatta: Kalau Beda Pendapat, Dia Kirim Surat pada Bung Karno
"Ya tentu terbuka kemungkinan dinyatakan 'dibatalkan' secara keseluruhan meskipun selama ini belum pernah ada presedennya. Namun, saya yakin, MK akan sangat berhati-hati dalam soal ini," kata Dewa.
Dewa juga mengatakan, satu-satunya peluang untuk pembatalan UU tersebut hanya melalui Mahkamah Konstitusi.
Meski memang banyak langkah lain untuk membuktikan kekurangan dalam penyusunan UU tersebut, tetapi itu tidak akan memiliki dampak legal apa pun terhadap berlakunya UU yang bersangkutan.
Baca Juga: Sebut Kesalahan dalam UU Ciptaker Tidak Perlu Dibawa Ke MK, DPR: Harus Dicari Solusi yang Elegan
Menurut Dewa, hanya MK yang bisa memutuskan bahwa pembentukan UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945, agar seluruh UU tersebut akan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Kendati demikian, apa pun alasannya, Dewa mengatakan bahwa keteledoran yang mengakibatkan kesalahan dalam proses pembentukan legislasi tentu tidak dapat diterima.
Sebab, kesalahan itu bertentangan dengan prinsip kesaksamaan dan kehati-hatian yang harus dipegang teguh dalam praktik pembentukan hukum.
Baca Juga: Insiden Serangan di Eropa adalah Kesalahan Israel, Pemimpin Iran: Zionis Musuh Utama Islam
Lebih-lebih di negara-negara yang menganut hukum sipil (civil law) seperti di Indonesia, yang sangat bergantung pada undang-undang dan penalaran hukumnya cenderung berdasarkan peraturan (rule-based).
"Tak perlu menjadi hakim konstitusi untuk menilai dan mengatakan bahwa kelalaian semacam itu adalah keteledoran yang tidak dapat diterima secara politik maupun secara akademik,"ucapnya.
Dewa mengaku sangat menyayangkan adanya keteledoran dan kekeliruan pada pembentukan UU Cipta Kerja ini.***