Riset Baru: Wabah Kuno 'Black Death' Ditemukan dari Sisa-sisa Manusia Berusia 5000 Tahun

- 1 Juli 2021, 16:15 WIB
Berdasarkan studi baru, terdapat analisis genetik dari sisa-sisa manusia berusia 5000 tahun yang disebut dengan Black Death.
Berdasarkan studi baru, terdapat analisis genetik dari sisa-sisa manusia berusia 5000 tahun yang disebut dengan Black Death. //Pixabay.com/8385

PR CIREBON - Menurut sebuah studi baru, terdapat analisis genetik dari sisa-sisa manusia berusia 5000 tahun.

Studi tersebut mengungkapkan bahwa strain kuno Y. pestis, kurang mematikan daripada bentuknya yang merusak Eropa abad pertengahan pada abad ke-14.

Sementara itu, tidak ada kurikulum sejarah lengkap yang menceritakan "Black Death" yang memusnahkan populasi besar di seluruh Eropa pada pertengahan 1300-an.

Baca Juga: Minta PSSI dan Polri Pertimbangkan Penundaan Liga 1 dan Liga 2, dr. Tirta: Puyeng Juga Ndan

Kemudian, wabah yang sering dianggap sebagai pandemi terburuk dalam sejarah manusia.

Pasalnya, wabah tersebut disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang dibawa oleh hewan pengerat kutu.

Sekarang, para ilmuwan telah menemukan bukti strain patogen yang jauh lebih tua di sisa-sisa pemburu-pengumpul berusia 5.000 tahun dari Latvia.

Baca Juga: Cerita Kades yang tolong Warganya Carikan Rumah Sakit di Bandung: Ini Darurat, Urusan Kemanusiaan

Menurut studi baru, analisis genetik dari sisa-sisa yang diberi nama 'RV 2039' mengungkapkan bahwa strain kuno Y. pestis ini kemungkinan kurang menular dan tidak mematikan seperti bentuknya yang merusak Eropa abad pertengahan.

Penelitian menemukan bahwa penyakit ini mungkin menyebar langsung dari hewan pengerat yang terinfeksi dan tidak memerlukan kutu untuk penularannya.

Penulis Senior Dr. Ben Krause-Kyora mengatakan bahwa yang paling mencengangkan adalah kita dapat mendorong kembali kemunculan Y. pestis 2.000 tahun lebih jauh dari yang disarankan oleh penelitian sebelumnya.

Baca Juga: Kasus Virus Corona Naik, Kalbe Farma Buat Inovasi Tes Covid-19 dengan Metode Air Liur: Hasil Akurasi Tinggi

"Tampaknya kita sangat dekat dengan asal usul bakteri tersebut," kata Dr. Ben Krause-Kyora yang dikutip oleh PikiranRakyat-Cirebon.com dari International Business Times, pada Kamis, 1 Juli 2021.

Diketahui, studi ini diterbitkan dalam jurnal Cell Reports.

Diketahui, Y. pestis menyebabkan penyakit mematikan yang dikenal sebagai wabah.

Baca Juga: Ramalan Horoskop Karier Keuangan 1 Juli 2021: Leo Jangan Menyerah, hingga Libra Manfaatkan Hasil yang Muncul

Sementara itu, tikus pembawa kutu bertindak sebagai vektornya.

Penyakit ini ditularkan ketika kutu yang terinfeksi bakteri menggigit manusia.

Terkadang, penyakit ini dapat ditularkan ke manusia melalui penanganan hewan yang terinfeksi.

Baca Juga: Sidak PPKM Mikro di Ruang Publik, Wali Kota ke Warga Surabaya: Tolong Selamatkan Keluarga Terdekat

Di sisi lain, wabah ini terjadi dalam tiga bentuk.

Pertama, yaitu wabah pneumonia atau infeksi akut pada paru-paru.

Kedua, wabah septikemia yang disebut sebagai infeksi darah.

Baca Juga: Terjadi Lonjakan Besar Kasus Covid-19 di Jawa Tengah, Ganjar Pranowo Minta 7.666 RT Lakukan Lockdown

Ketiga, penyakit pes alias gejala mirip flu disertai pembengkakan kelenjar getah bening di bawah kulit yang disebut 'bubo'.

Sementara itu, berbagai bentuk wabah sesekali melanda berbagai belahan dunia selama berabad-abad, pandemi wabah pes di abad ke-14 dianggap yang terburuk.

Hal itu, melanda Asia, Afrika, dan Eropa, dan menghancurkan Eropa hingga hampir 75 persen populasi di beberapa kota menyerah pada penyakit itu.

Baca Juga: Xi Jinping Berjanji Tak Akan Biarkan Taiwan Merdeka

Hampir semua korban mengalami bubo yang menyakitkan dan penuh dengan nanah.

Wabah pes sekarang dapat diobati secara efektif menggunakan antibiotik modern.

Namun, penyakit ini memiliki tingkat kematian hingga 90 persen jika tidak diobati.***

Editor: Aghnia Nurfitriani

Sumber: International Business times


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x