Demonstrasi Kulit Hitam di Rezim Trump, Pakar: Sukses Bongkar Borok AS sebagai Model Demokrasi Dunia

8 Juni 2020, 09:32 WIB
Presiden Amerika Serikat Donald Trump berbicara mengenai respon pemerintah terhadap pandemi virus corona (COVID-19) saat pengarahan harian satuan tugas COVID-19 di Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, Minggu (5/4/2020).*** /REUTERS/

PR CIREBON - Gelombang demonstrasi yang terjadi terus menerus di Amerika Serikat (AS) sukses membuka mata dunia bahwa negara adidaya yang sering menjadi model demokrasi dunia, kini sudah terbongkar borok yang tersimpan selama ini.

Ini dimulai saat kabar kematian warga kulit hitam AS, George Floyd telah menyulut protes anti rasisme yang berujung kericuhan di sejumlah negara bagian AS.

Bahkan, kematian George Floyd juga memantik aksi unjuk rasa di sejumlah negara dunia, seperti Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru.

Baca Juga: Jelang New Normal, PGRI Sebut 85 Persen Khawatirkan Anaknya untuk Kembali ke Sekolah

Sehingga, ini membawa satu kesimpulan bahwa tidak ada satupun negara di dunia yang memiliki sistem demokrasi yang sempurna.

Melansir dari Antara News, hal itu diungkapkan Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah dalam tanggapannya mengenai gelombang demonstrasi anti rasisme di AS.

"Karena demokrasi itu sendiri adalah sebuah proses yang harus dibangun terus menerus dan lintas generasi lewat program pembangunan yang terstruktur dan komprehensif," tambah Teuku Rezasyah dalam penjelasannya pada Minggu, 07 Juni 2020.

Baca Juga: 3 Krisis Hantui Pemerintahan Donald Trump, Partai Republik Pesimistis tentang Arah Negara

Dalam arti lain, demonstrasi besar-besaran yang melanda AS saat ini adalah dilema terbesar sejak 1945 silam. Apalagi, masyarakat dunia sudah lebih mafhum bahwa AS adalah model terbaik dari demokrasi dunia.

"Amerika Serikat yang sejak tahun 1945 menyebut dirinya sebagai adi kuasa dan model terbaik dari demokrasi, sehingga seringkali memaksakannya ke negara lain, saat ini menghadapi dilema," pungkas dia.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj mengatakan demokrasi AS sedang dalam kondisi sekarat karena menghasilkan pemimpin konservatif yang menyeret demokrasi ke titik anti-klimaks dengan segala politik liberal yang dimusuhi selama ini.

Baca Juga: Tahun Ajaran Baru di Masa Normal Baru, Kemendikbud Pilih Belajar Daring untuk Zona Merah dan Kuning

"Perubahan haluan yang drastis dari presiden yang diusung Partai Demokrat (Obama) ke presiden yang diusung Partai Republik (Trump) menunjukkan fondasi demokrasi Amerika tidak sekokoh seperti yang didengung-dengungkan," jelas Said Aqil Siroj.

Selama ini, diketahui bersama bahwa diskriminasi rasial dan kesenjangan ekonomi sudah menjadi cacat bawaan dalam demokrasi AS.

Bahkan, buku 'An American Dilemma' oleh Gunnar Myrdalm mencatat sebanyak 11 kerusuhan rasial yang telah terjadi dalam setengah abad sejak 1944 telah membuktikan sejarah diskriminasi atas warga kulit hitam AS.

Baca Juga: Sebut Trump Hanyut dari Konstitusi AS, Colin Powell Putuskan Memilih Joe Biden menjadi Presiden

Dalam arti lain, Donald Trump yang terpilih sebagai Presiden Amerika ke-45 telah menguak borok demokrasi Amerika yang selama ini tampil bak ‘polisi’ demokrasi dunia.

Apalagi, Donald Trump sempat melakukan kampanye hitam dalam musim pilpres yang memunculkan sentimen negatif terhadap imigran kulit hitam dan kaum muslimin, hingga bara api menumpuk dan meledak dalam kerusuhan rasial saat ini.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News

Tags

Terkini

Terpopuler